: Catatan Hasil Konferensi Tarekat di Pekalongan dan Apel Banser di Sengkang
Oleh Mahmud Suyuti
Dutaislam.or.id - Jam’iyah Ahlith Thoriqah al-Muktabarah al-Nahdliyah (Jatman) dan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) adalah Badan Otonom (Banom) di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Kedua Banom NU ini dalam strukturnya ada lagi Badan Semi Otonom (Dansem) sebagai perangkat organisasi penggerak secara teknis.
Dansem Jatman, adalah Mahasiswa Ahlit Tarekat al-Muktabarah al-Nahdliyah (Matan), organisasi tarekat kepemudaan, mahasiswa S1, S2, S3 dan alumni yang diamanatkan untuk mengkader generasi muda yang bertarekat, melakukan kajian-kajian fokus pada penguatan spiritual.
Dansem GP Ansor, adalah Barisan Serbaguna (Banser), organiasi kepemudaan yang diamanatkan untuk fokus mengkader pemuda dalam rangka bela negara, mengawal ulama NU dan siap siaga melakukan pengamanan untuk kegiatan keagamaan, melakukan berbagai program ketahanan fisik dan mental yang tangguh.
Jatman telah menggelar hajatan akbar bela negara pada Senin-jumat (25-29/7) mengadakan Konferensi Bela Negara Ulama Tarekat se-Dunia di Convention Hall Hotel Santika dan di Aula Kanzus Shalawat Pekalongan Jawa Tengah. Sementara, pada Sabtu-Ahad (30-31/7) Banser mengadakan Apel Akbar Kesetiaan Pancasila dalam rangka bela Negara-NKRI di Kota Sengkang Wajo Sulawesi Selatan.
Konferensi Jatman dihadiri 26 ulama tarekat (mursyid/masyayikh) luar negeri dari berbagai negara dan puluhan ribu peserta dari dalam negeri termasuk TNI, Polri dan utusan Banser. Khusus kafilah ulama tarekat Sulawesi Selatan yang hadir sebanyak 25 orang dan saya salah satu seorang peserta di antaranya. Kafilah ini dipimpin oleh Habib A. Rahim Assegaf Puang Makka sebagaimana yang dirilis Tribun Timur.
Rais ‘Am Jatman, Maulana Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya sebagai keynote speaker pada konferensi tersebut menegaskan bahwa implementasi bela negara adalah menekan paham/aliran radikal yang secara massip dan aktif berusaha menegakkan khilafah.
Munculnya geng radikal ekstrim dari segelintir umat Islam kenyataannya telah menebarkan propaganda dan kekerasan yang ujung-ujungnya dapat meronrong NKRI, sehingga perlu bagi ulama tarekat berada pada garis terdepan untuk bela Negara.
Ulama sebelum kemerdekaan telah berjihad dan berjuang maksimal untuk kemerdekaan bangsa ini, mereka menggunakan peralatan seadanya seperti bambu runcing melawan penjajah, namun yang lebih dahsyat adalah doa mereka.
Relahkah kita mengkhiati hasil jerih payah para ulama terdahulu dan tidak bisa dipungkiri bahwa leluhur kita pun ikut berjuang saat itu. Relahkah kita mengkhianti mereka sementara dipahami bersama bahwa pengkhiatan adalah dosa besar.
Sekarang kita telah merdeka dan menikmati hasil perjuangan mereka. Kita lahir dan hidup di negeri ini, kita belajar dan menuntut ilmu pertama kali di negeri ini, kita beribadah di negeri ini. Untuk itu membela tanah air merupukan kewajiban.
Jika ulama dan leluhur kita pada zamannya berjuang dengan bambu runcing, maka perjuangan sekarang bagi kita ulama tarekat sesuai proporsinya adalah lebih mengoptimalkan doa sebagai senjata yang ampuh untuk mempertahankan NKRI. Kita harus berusaha dan kontinyu berdoa agar negara ini tidak hancur, tercabik-cabik, terpecah berkeping-keping. Doa ulama tarekat diyakini maqbul dan diijabah, diterima, ampuh dan dapat menembus Arasy-Nya.
Seperti halnya ulama tarekat, Banser sesuai dengan proporsi dan bidangnya, jauh sebelum kemerdekan telah berjuang melawan penjajah dan bahkan Banser menjadi garda terdepan menumpas PKI pasca kemerdekaan, sehingga NKRI menjadi harga mati bagi Banser yang tidak bisa ditawar-tawar. Banser berani mati berjuang bela negara untuk mempertahankan NKRI.
Bela Negara bagi Banser merupakan kegiatan rutin.
Apel Banser di Sengkang yang dihadiri Ketua Umum Pimpinan Pusat, Gus Yaqut dan ribuan personil anggota Banser se-Sulawesi Selatan sebagai momen ikrar untuk lebih mengukuhkan kesetiaan terhadap Pancasila dan NKRI.
Kota Sengkang sebagai pusat Apel Akbar Banser untuk bela negara, sengaja dipilih karena sebagai ikon kota santri, ulama-ulama NU banyak dicetak dari kota ini, mereka alumnus Pesantren As’adiyah Sengkang.
Sebagaimana konferensi Jatman di Pekalongan, Banser juga dalam rangkaian Apel Akbarnya, mengadakan zikir dan shalawatan di wisata Atakkae Sengkang. Hajatan ini, tiada lain sebagai bagian integral dari bela Negara.
Beda dengan ormas lain radikal, bukannya berjuang bela negara tetapi justru membelok dari perjuangan Jatman dan Banser untuk keutuhan NKRI. Mereka membelok karena tidak pernah merasakan pahit getirnya berjihad melawan penjajah yang belakangan baru muncul dengan idenya memperjuangkan khilafah.
Ormas radikal ini membelok dari prinsip hubbul wathan minal iman (cinta terhadap negara/NKRI bagian dari iman).
Bagi yang membelok dari prinsip tersebut, tentu HTI (harus tobat dan insaf) karena tergolong sebagai pengkhianat bangsa, maka HTI (hati-hatilah) karena khianat itu sendiri salah satu ciri kemunafikan.
Orang yang munafik ditinjau dari asal kata nafaqa yang berarti dua lubang bagai lubang tikus, bagian atas (luar) dari liang tikus tertutup tanah sedangkan bagian bawahnya berlubang.
Demikianlah sifat kemunafikan yang bagian luarnya adalah Islam tetapi bagian dalamnya merupakan keingkaran serta penipuan. Secara tersurat mereka mengatakan beriman, tetapi secara tersirat ia tidak beriman sebagaimana ditegaskan dalam QS.al-Ma’idah/5: 41. Wallahul Muwaffiq Ila aqwamit Thariq [dutaislam.or.id/ab]
Mahmud Suyuti, ketua Matan Sulsel, sekjend Jam’iyah Khalwatiyah
dan Sekretaris Dewan Penasehat GP Ansor Sulsel
Keterangan: esai ini sudah pernah dimuat di Tribun Timur Makassar, Jumat (05/08/2016)