Oleh Moh. Yusuf
Dutaislam.or.id - Aa-Gym (sapaan akrab KH. Abdullah
Gymnastiar) dalam salah satu status Facebook nya yang diunggah pada 25/08/2016
lalu mengatakan; “Bagi guru yang masih merokok sebaiknya memilih, berhenti
merokok atau berhenti jadi guru”.
Ungkapan ini bisa mengandung beberapa pengertian negatif. Pertama,
seorang guru perokok adalah guru yang jelek dan berakhlak rendah. Kedua, ukuran
baik dan buruk adalah mereka yang merokok dan yang tidak merokok. Ketiga, jika
profesi guru adalah pekerjaan mulia maka dengan merokok, ia menjadi hina.
Keempat, rokok adalah sumber rusaknya moral. Kelima, dengan alasan di atas
rokok adalah barang terlarang, haram, dan mungkar.
Cakupan istilah guru sangat luas, yakni siapa saja yang
mengajar, baik berupa keilmuan ataupun suri tauladan, berakhlak yang mulia. Mencakup
pula mereka yang mengajar di sekolah-sekolah, madrasah-madrasah formal ataupun
non formal bahkan hingga tingkat perguruan tinggi.
Ada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), ada TK (Taman
Kanak-Kanak), ada RA (Raudlatul Athfal), ada
SD (Sekolah Dasar), ada MI (Madrasah Ibtidaiyah), ada SMP (Sekolah
Menengah Pertama), ada MTs (Madrasah Tsanawiyah), Ada SMA (Sekolah Menengah
Atas), ada MA (Madrasah Aliyah), dan sederajat hingga sampai jenjang peguruan
tinggi.
Itu yang formal. Kemudian yang non formal, ada Pondok
Pesantren, Pendidikan Diniyah, Taman Pendidikan Al-Qur’an, Tahfidz Al-Qur’an,
dan seterusnya. Alangkah naifnya jika dari semua tingkatan sekolah dan madrasah
hingga perguruan tinggi itu guru-gurunya disuruh berhenti mengajar karena
mereka perokok, padahal mereka adalah panutan.
Berbicara non formal, disana ada pesantren, ada kelompok
Tarekat, yang isinya adalah para kiai, para habaib itu, semuanya adalah para
panutan ummat, tempat jujukan masyarakat.
Alangkah begitu intolerannya jika hanya satu sebab saja,
yaitu karena mereka perokok kemudian mereka divonis orang bejat, pelaku keji
dan mungkar. Padahal mereka tidak minum-minuman keras, mencuri, memfitnah,
menghasud, dengki, dan korupsi. Mereka adalah penebar ajaran Rasul SAW. dan
pembimbing masyarakatnya kepada akhlak dan moral yang luhur.
Banyak cerita-cerita yang telah digali dari para orang tua
yang hidup muda dan belajar pada tahun 50-70an yang mendapati bahwa guru-guru
mereka adalah perokok, dan kenyataannya mereka mengaku tidak ada pengaruh buruk
dari guru perokok. Sebagian mereka adalah estafet guru-guru mereka yang saat
ini meneruskan pengabdiannya kepada bangsa, kepada generasi muda.
Atau barangkali Aa-Gym belum meneguk sejarah perjuangan
bangsa ini bahwa pada sebatang rokok ada orasi panjang tentang perjuangan dalam
merebut kemerdekaan. Pada sebatang rokok itu ada asap kegelisahan, perlawanan,
dan pemberontakan merebut kemerdekaan.
Betapa banyak rekam yang diabadikan oleh kameramen dari
proklamator negeri ini (Soekarno) dengan sebatang rokoknya, saat ia sendiri,
saat berunding, dan ketika melakukan lobi penting demi kemerdekaan negeri ini.
Bahkan saat dimana bapak sang proklamator ini sedang bersantai, ia ada dengan
rokoknya, tetap tak terpisah. Atau foto sang bapak pembangunan negeri ini
(Soeharto) yang khas dengan cerutunya.
Bangsa kita saat ini miskin keteladanan, miskin pemimpin
yang memberikan keteladanan akhlak yang baik. Seharusnya Aa-Gym sebagai tokoh
yang dikenal sebagai agamawan lebih trengginas berkampanye kepada perbaikan
moral pemimpin negeri ini, dengan mengintensifkan perilaku disiplin, jujur,
budaya malu untuk para pejabat, anti narkoba, hukum mati para koruptor, dan
para antek-antek asing yang mengeruk kekayaan alam negeri ini, bukan malah
“mengurusi” yang remeh temeh seperti rokok ini.
Pada 1988, World Health Organization (WHO) lah pertama kali
yang mengatakan bahwa tembakau dengan asapnya telah pembunuh enam juta orang
setiap tahun. Namun WHO tutup mata dengan bahaya asap kendaraan, asap pabrik,
debu, dan lain sebagainya yang sudah barang tentu lebih melimpah asapnya. Tapi
asap-asap itu tidak pernah di singgung-singgung.
WHO juga menutup mata atas pertanyaan apakah angka yang
meninggal itu murni penyebab tunggal dari tembakau atau dari produk tembakau.
Sebagaimana WHO juga menutup rapat manfaat tembakau yang bisa menjadi anti bakteri,
antiseptik, proteksi sel, pencegah penyakit kanker, penyakit kardiovaskuler,
dan bahkan menjadi obat penyakit ebola yang tahun-tahun kemarin sempat
meresahkan dunia.
Manfaat lainnya, ditengarai ada 10 juta orang baik langsung
atau tidak langsung yang hidup dari tembakau, mulai dari petani, industri,
pedagang, pengiklan, dan lain-lain.
Kemudian, berapa triliun yang sudah masuk ke kas negara dari
rokok ini? Pada sisi yang lain, ternyata kampanye anti rokok dibiayai oleh
pihak-pihak asing dari industri-industri farmasi atau yang berhubungan
dengannya, salah satunya Bloomberg Initiative. Miliaran rupiah mereka kucurkan
untuk kampanye anti rokok ke berbagai instansi dan lembaga-lembaga di negeri
ini.
Tujuannya tentu supaya mereka dapat mengganti rokok dengan
hasil produk mereka, seperti permen karet, koyok, atau membuka klinik-klinik
dengan obat-obatan dari mereka supaya berhenti merokok, dan ini tidak gratis.
Jadi kampanye yang dibungkus dengan alasan mulia berupa kesehatan itu ternyata
ada tujuannya, yaitu ekonomi.
Rakyat sudah krisis figur tokoh panutan yang santun dan
mendamaikan, barangkali tidak sepantasnya seorang guru kaliber Aa-Gym
berstatemen seperti di atas sebelum menelaah secara cermat suatu masalah
terlebih dahulu supaya tidak “semena-mena” mengeluarkan fatwa rokok. Jangan
sampai rakyat ini kehilangan tumpuan lagi dengan berasumsi bahwa Aa-Gym juga
dapat “jatah” dari kucuran dana asing itu. Allahu A’lam. [dutaislam.or.id/ab]
Moh. Yusuf, staf
Pengajar di STAI Ma'arif Kendal Ngawi,
penyuluh agama Islam KUA
Ngariboyo-Magetan,
dan Koor Lembaga Rumah Tahfidz
“Lentera Al-Qur’an Ma’arif” Mojopurno, Magetan.