Dutaislam.or.id - Di antara ciri khas pondok pesantren yang memiliki keterkaitan dengan Pangeran Diponegoro adalah adanya pohon Sawo Kecik di depan ndalem pengasuhnya. Semua berawal sejak perang Jawa berakhir, ditandai tertangkapnya Pangeran Diponegoro.
Para pengikut Diponegoro yang tersisa berkumpul untuk memusyawarahkan kelanjutan perjuangan. Pada akhirnya mereka sepakat untuk mengubah haluan, dari perjuangan fisik menjadi perjuangan pendidikan dengan jalan mendidik kader penerus mereka. Namun, agar tidak melupakan identitas asal satu guru, mereka berkomitmen untuk menanam pohon Sawo di setiap depan ndalem sebagai sandi pengenal.
Mereka pun sepakat untuk menyebar ke penjuru Jawa, mendirikan pondok pesantren. Mengapa pohon Sawo? Pohon itu dipilih karena dimaknai sebagai "sawwu sufufakum," artinya rapatkanlah barisanmu. Itulah kecerdasan ulama Jawa dalam berfilosofi dan berjuang.
Walaupun mereka berpencar ke penjuru Jawa, tapi tetap mengingat identitas serta tujuan perjuangan dan merapatkan barisan dalam membela agama, nusa dan bangsa.
Tercatat ada beberapa pondok pesantren besar di Jawa yang didirikan pengikut pangeran Diponegoro maupun murid dari pengikutnya seperti Tambakberas dan Tebuireng (Jombang), Ploso dan Lirboyo (Kediri) lalu Gontor (Ponorogo).
Mungkin banyak yang tidak menyadari jika di pesantren Gontor ada pohon Sawo yang ditanam di depan kediaman Almarhum Kiai Ahmad Sahal yang kini dijadikan tempat tinggal putranya bernama KH Hasan Abdullah Sahal. Ada dua pohon Sawo di tempat itu.
Di depan kediaman KH. Abdullah Syukri Zarkasyi pun ada satu buah pohon Sawo. Tidak salah bila KH Hasan Abdullah Sahal waktu menghadiri walimah putra seorang kiai Pesantren Ploso berujar, "Gontor, Lirboyo dan Ploso adalah satu asbab, satu nasab dan satu nasib." [dutaislam.or.id/ab]