Iklan

Iklan

,

Iklan

Cara Kiai As'ad Situbondo Selamatkan NU di Muktamar 1984

9 Nov 2016, 18:08 WIB Ter-Updated 2024-08-14T23:06:06Z
Download Ngaji Gus Baha
kiai asad situbondo

Oleh A Afif Amrulloh

Dutaislam.or.id - Mengutip dawuh Gus Najib AR, KH. As'ad Syamsul Arifin selalu hadir dan menjadi pahlawan pada saat kondisi genting. Mulai kegentingan merebaknya Wahabi yang kemudian melahirkan NU, kegentingan politik Orba dan Muktamar NU ke-84 yang kemudian melahirkan NU kembali ke khittah dan menegaskan Pancasila sebagai asas tunggal.

Nah, berikut adalah fragmen penting ketika Kiai As'ad menjadi Ketua Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) pada Muktamar NU yang digelar pada 8-12 Desember 1984 di Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Asembagus, Sukorejo, Situbondo ini.

Dalam sidang tata tertib pemilihan, muktamirin sepakat bahwa pemilihan pengurus PBNU sepenuhnya dilakukan melalui sistem perwakilan. Secara teknis, sistem perwakilan itu dimulai dengan cara muktamirin sepakat menunjuk satu orang sebagai Ketua Ahwa. Kemudian Ketua Ahwa diberi mandat untuk memilih enam orang sebagai anggota Ahwa. Setelah itu barulah tujuh orang itu (ketua dan anggota Ahwa) melakukan musyawarah untuk menyusun struktur kepengurusan PBNU secara lengkap, baik itu Mustasyar, Syuriah maupun Tanfidziah.

Dalam buku “Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat” dikisahkan, sidang pemilihan ketua Ahwa dimulai dengan membacakan tata tertib pemilihan sebagaimana yang sudah disepakati. Kemudian KH Masjkur melempar nama KH As’ad Syamsul Arifin (tuan rumah) sebagai ketua Ahwa. Para peserta pun setuju dengan usulan itu.

Setelah terpilih, Kiai As’ad berdiri di atas mimbar dan berkata: “Alhamdulillah, dalam umur saya yang sudah 87 tahun ini, dengan penglihatan dan pendengaran yang kurang, gigi saya yang sudah habis dan belum ada gantinya ini, mendapatkan kepercayaan Muktamar. Meski dalam kondisi fisik saya seperti ini, kepercayaan Muktamar saya terima. Tapi siapa yang saya tunjuk harus taat,” kata Kiai As’ad.

Lantas ia menunjuk anggota Ahwa. Mereka adalah KH Ali Maksum, KH Masjkur, KH Syamsuri Badawi (Jombang), Prof Ali Hasan Ahmad (Sumatra Utara), KH Romli Ahmad (Kalimantan) dan KH Rofi’i Mahfud (Sulawesi). Maka terpilihlah struktur PBNU secara lengkap. KH Achmad Siddiq diberi amanat menduduki posisi Rais Am dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) didapuk menjadi Ketua Umum PBNU. Sedangkan Kiai As’ad dan Kiai Ali Maksum menduduki jajaran Mustasyar PBNU.

Kiai As’ad tampaknya memang sudah sangat mempersiapkan mekanisme dan orang-orang yang akan dipilihnya. Salah satu upaya penyiapan itu adalah dengan melakukan riyadlah dan shalat istikharah bersama para kiai sepuh. Salah satu di antara kiai yang melakukan shalat istikharah itu adalah KH Chayyi Kencong.

Dalam Majalah AULA edisi Januari 1985 dicatat, Kiai Chayyi mendapat petunjuk yang amat gamblang tentang siapa pemimpin NU yang layak dipilih. Hasil istikharah itu menggambarkan ada tiang bendera NU yang bergoyang keras. Kemudian datanglah dua orang ulama besar yang juga pendiri NU, yaitu Hadratus Syaikh KH M Hasyim Asy’ari dan KH Siddiq.

Dengan isyarat tersebut maka para kiai mengartikan bahwa yang patut dipilih menjadi pemimpin NU adalah keturunan dua ulama tersebut, yaitu KH Achmad Siddiq (putra KH Siddiq) dan KH Abdurrahman Wahid (cucu Hadratus Syaikh).

Alhamdulillah, Kiai As'ad sudah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional per 9 November 2016 kemarin oleh Presiden RI Joko Widodo. Lahul Fatihah. [dutaislam.or.id/ab]

Iklan