Saat ziarah ke Makam Mbah Sentono dan keluarga di Pecangaan Wetan, Jepara, 30 Desember 2020. Foto: dutaislam.or.id. |
Dutaislam.or.id - Makam Mbah Sentono dan istri (Muthma'innah) serta keluarga, kini tampak menyerupai sebuah rumah mewah lengkap dengan ruang pertemuan, halaman luas serta toilet. Menurut Mbah Sumi'an (59), juru perawat makam, bangunan baru diperbaiki oleh warga setempat sejak pertengahan 2020.
Tiap malam Kamis dan malam Jum'at, makam Mbah Sentono yang lokasinya ada di Gang Sentono Rt. 01 Rw. 04 Pecangaan Wetan, dipenuhi para peziarah. Apalagi ketika ada haul yang diselenggarakan tiap 1 Muharram (Syuro), makam makin ramai saja dengan za'irin-za'irat dari daerah Tedunan maupun Pecangaan Wetan.
Baca: Sayyid Abdullah Datang Dari Baghdad ke Karimun Jawa untuk Dakwah
Bila makam Mbah Kiai Santri pindah dari Karangrandu ke Pecangaan Wetan, maka, Mbah Sentono pindah sendiri dari lokasi sebelumnya (Tedunan) ke Pecangaan Wetan. Alasannya, lokasi makam di Tedunan sering terkena banjir dan saat banjir bandang, lintah muncul menggila. Mbah Sentono sengaja memindahkan makamnya sendiri ke Pecangaan Wetan karena daerahnya relatif lebih tinggi, bebas banjir. Tepatnya di lokasi tanah milik Mbah Dasimah.
Barangkali, lintah adalah sanepo atau bahasa kiasan perilaku manusia yang serakah. Tedunan disebut Tedunan karena dulu desa itu merupakan lokasi turunnya barang-barang (Jawa: dun-dunan) pedagang dari Semarang sebelum ada jalan darat Jepara-Semarang. Orang-orang yang turun membawa dagangan sangat mungkin mengganggu kenyamanan pemilik makam. Ia memilih pindah dengan bahasa "takut lintah".
Tidak ada wali Allah yang takut, apalagi takut lintah. Bahasa sanepo lintah lebih sesuai dan rasional. Baca: Sejarah Makam Mbah Ndero Tedunan, Kedung, Jepara.
Menurut Su'mian, yang masih cucu Mbah Dasimah, saat Mbah Dasimah masih hidup, ia bermimpi ditemui Ki Ageng Sentono meminta ijin ikut bertempat di tanah miliknya. Setelah menjawab iya, ternyata di tanah miliknya tiba-tiba ada satu makam baru ber-nisan besar yang disertai angin ribut.
Dasimah tidak menyangka ternyata Ki Ageng Sentono yang menemuinya di mimpi merupakan waliyullah yang sudah wafat ila rahmatillah, dan ratusan tahun sebelumnya sudah dimakamkan di Desa Tedunan, Kedung, Jepara. Kata Sumi'an, petilasan makam Mbah Sentono masih bisa dilihat di sebelah Timur Dusun Tedunan.
Baca: Mati Sirri Dua Tahun, Juru Kunci Makam Syaikh Abu Bakar Pulau Panjang Ngaji ke Walisanga
Malam berikutnya, setelah ada satu makam, muncul makam kedua tiba-tiba, yakni makam istri Mbah Sentono bernama Muthma'innah. Disusul makam-makam kecil berikutnya berjumlah 7 yang tiada lain merupakan makam keluarga Mbah Sentono.
Bukan makam saja yang pindah ke Pecangaan Wetan. Sebuah pohon besar rapuh juga ikut pindah bersama, dan masih bisa disaksikan hingga sekarang.
Pohon yang ikut pindah bersama makam Mbah Sentono sekeluarga, dari Tedunan ke Pecangaan Wetan, Jepara. Foto: dutaislam.or.id. |
Setelah ada 9 makam dan pohon berpindah sendiri ke tanah milik Mbah Dasimah, lokasi yang dulunya ditumbuhi pohon pisang, ketela dan lain-lain, dipugar.
Tentang siapa sosok Mbah Sentono, Sumi'an tidak begitu paham. Ia hanya mengatakan, Mbah Sentono masih keluarga kerajaan. Kakak Sumi'an, Mbah Kaji, lebih paham tentang sejarah Mbah Sentono.
Sayangnya, saat tim Pemburu Makam ziarah ke sana pada Rabu, 30 Desember 2020, Mbah Kaji belum bisa ditemui. [dutaislam.or.id/ab]