Keluarga perspektif islam. Foto: istimewa |
Dutaislam.or.id - kata 'asyirah (العشيرة) berarti suku, keluarga, sahabat, teman. Kata ini berasal dari kata 'asyara (عشر), yang menurut Ibnu Faris mempunyai dua arti asal, yaitu jumlah bilangan tertentu dan bergaul atau bercampur. Karena itu, keluarga kerabat, suami atau istri disebut 'asyirah (العشيرة) karena mereka antara satu dengan yang lain saling mengenal dan bergabung di dalam satu rumah tangga. Kata lain yang seasal dengan 'asyirah (العشيرة) adalah al-ma'syar (المعشر) yang berarti 'jamaah, perkumpulan, atau kelompok'.
Bentuk jamaknya ma'asyir (معاشر). Al-'isyar (العشار) berarti unta yang bunting 10 bulan, naqah mi'syar (ناقة معشر) berarti unta yang banyak air susunya, al-'asyur (العاشور) berarti hari kesepuluh bulan Muharam, 'asyura (عشوري) dengan arti semacam makanan yang terbuat dari tepung gandum yang diberi susu, dan biasanya dibuat pada tanggal 10 Muharam, yang populer dengan nama bubur 'asyura. Al-'usyar (العشر) berarti tumbuh-tumbuhan.
Kata 'asyirah (العشيرة) disebut tiga kali di dalam Al-Qur'an, yaitu di dalam (QS. At-Taubah: 24), (QS. Asy-Syu'ara': 214), dan (QS. Al-Mujadilah: 22), kata al-'asyir (العشير) disebut satu kali, yaitu di dalam (QS. Al-Hajj: 13), kata al-'isyar (العشار) satu kali, kata ma'syar (معشر) tiga kali, kata mi'syar (معشار) satu kali, kata 'asyr (عشر) tujuh kali, kata 'asyrah (عشرة) tiga kali, kata 'asyara (عشر) empat kali, kata 'asyarah (عشرة) dua kali, kata 'isyruna (عشرون) satu kali, dan di dalam bentuk fi'l amr kata itu disebut satu kali.
Kata 'asyirah di dalam (QS. At-Taubah: 24) berkaitan dengan pernyataan Tuhan bahwa orang yang lebih mencintai nenek moyang, anak-anaknya, saudara, istri, dan keluarganya, serta harta yang diusahakannya, daripada mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah saatnya Allah mendatangkan keputusan/siksa-Nya.
Kata 'asyirah di dalam (QS. Asy-Syu'ara': 214) disebut di dalam konteks perintah Tuhan kepada Nabi (termasuk umatnya), supaya memberi peringatan kepada keluarga dan kerabat yang dekat.
Kata 'asyirah di dalam (QS. Al-Mujadilah: 22) berkaitan dengan pernyataan Tuhan, bahwa orang yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, tidak saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu nenek moyang, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka. [dutaislam.or.id/ka]
Sumber:
Ensiklopedia Al-Qur'an, Kajian Kosakata, Jilid: I, hlm: 35, ditulis Hasan Zaini