Ta'ziran hukuman. Foto: istimewa |
Dutaislam.or.id - Kata 'azzar (عَزَّر) aslinya azzara, fi'l madhi yang terambil dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf, yaitu, 'ain - za' - dan ra'. Perubahan keadaan huruf ra' dari fathah menjadi sukun terjadi karena bertemunya kata kerja itu dengan kata ganti bersambung (dhamir muttashil) yang berkedudukan sebagai subjek. Di antara artinya adalah ar-radd wal man'u (menolak atau mencegah). Dari arti ini kemudian lahir istilah ta'zir, yaitu hukuman yang tidak termasuk hadd karena tujuannya mencegah pelaku kejahatan tersebut agar tidak mengulangi kejahatan yang telah dilakukannya.
Kata 'azzara juga dipakai di dalam arti 'menolong' dan 'menghormati' karena orang yang menolong dan menghormati seseorang pasti mencegah kejahatan atau hal-hal yang tidak baik, sehingga tidak menimpa orang tersebut, baik dari musuh-musuhnya maupun dari yang lainnya. Ada juga yang berpendapat bahwa makna dasar dari kata tersebut justru 'menolong' dan 'menghormati'. Berdasarkan arti ini, ta'zir dinamai demikian karena mengandung arti 'menolong pelaku kejahatan tersebut agar tidak berlarut-larut di dalam kejahatannya'.
Di dalam Al-Qur'an kata 'azzara dan yang seakar dengannya berulang sebanyak 4 (empat) kali, yaitu pada (QS. al-Ma'idah: 12); (QS. al-A'raf: 157); (QS. al-Fath: 8); dan (QS. At-Taubah: 30).
Pada (QS. al-Ma'idah: 12) tersebut, kata 'azzara dipakai di dalam arti 'mendukung' dan 'membela rasul-rasul Allah'. Pada ayat itu, disebutkan mengenai janji Allah terhadap Bani Israil berupa ampunan dan surga bagi yang beriman kepada rasul-rasul-Nya, lalu mendukungnya serta mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
Demikian pula pada (QS. al-A'raf: 157), kata 'azzara juga mengandung arti 'mendukung' dan 'membela' rasul Allah yang di dalam ayat ini khusus ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. di mana ditegaskan bahwa pendukung-pendukung Nabi Muhammad benar-benar termasuk orang yang beruntung.
Adapun pada (QS. al-Fath: 9), kata 'azzara digunakan dengan makna 'mengagungkan Allah' di dalam arti menguatkan agama-Nya. Ayat ini berbicara tentang fungsi kerasulan Nabi sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dengan terlaksananya fungsi tersebut maka nyatalah siapa yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, menguatkan agama-Nya, bertasbih dan mengagungkan-Nya, baik di waktu pagi maupun waktu petang.
Selanjutnya, pada (QS. at-Taubah: 30), kata itu menunjuk pada nama 'Uzair. Di dalam ayat itu, disinggung mengenai keyakinan yang sesat dari orang Yahudi dan Nasrani. Orang Yahudi mengatakan bahwa 'Uzair itu adalah putra Allah; sedangkan, orang Nasrani mengatakan bahwa al-Masih (Nabi Isa) itu putra Allah. [dutaislam.or.id/ka]
Sumber:
Ensiklopedia Al-Qur'an, Kajian Kosakata, Jilid: I, hlm: 41-42, ditulis Muhammad Wardah Akil