Kekekalan hanya milik allah. Foto: istimewa |
Dutaislam.or.id - Kata abqa (أَبْقَىٰ) adalah bentuk ismut-tafdhil, superlative, yang berarti 'lebih kekal'. Kata kekal di dalam bahasa Indonesia berarti 'tetapnya sesuatu atas keadaan semula'. Lawannya ialah afna (lenyap, musnah). Dari kata turunannya timbul beberapa pengertian, seperti 'sisa' (QS. Al-Baqarah: 278 dan 248), baqin/ulu baqiyyah (orang yang mempunyai keutamaan) (QS. Hud: 116), dan'orang-orang yang melanjutkan keturunan' (QS. Ash-Shaffat: 77); namun, arti ini pada dasarnya masih bersumber pada arti 'kekal'.
Di dalam Al-Qur'an, kata ini dan yang seakar dengannya, ditemukan sebanyak 21 kali yang tersebar di dalam 16 surat. Dari 21 kali tersebut hanya sekali diperuntukkan bagi Allah swt. dan 20 kali bagi selain Allah swt. Adapun yang satu itu disebut di dalam (QS. Ar-Rahman: 27), yang memberi penjelasan tentang kekekalan zat Allah.
Kata ini bila diperuntukkan bagi zat Allah menunjukkan bahwa kekekalan zat Allah itu bukanlah dikekalkan, melainkan kekal dengan sendirinya dan selama-lamanya serta tidak mungkin terkandung di dalamnya sifat kefanaan, kehancuran, dan perubahan.
Adapun selain kepada Allah ditujukan pada riba (QS. Al-Baqarah: 278), yang menginformasikan bahwa sisa dari praktik riba tidaklah boleh diterima lagi; kehancuran kaum Tsamud (QS. An-Najm: 51) dan (QS. Al-Haqqah: 8); kekejaman siksaan Fir'aun (QS. Thaha: 71); kehancuran orang yang tidak ikut kapal Nabi Nuh dan orang yang bersama beliau selamat dan dapat melanjutkan keturunan (QS. Asy-Syu'ara': 120) dan (QS. Ash-Shaffat: 77).
Nabi Ibrahim yang menjadikan kalimat tauhid sebagai pegangan yang kekal atau abadi bagi keturunannya (QS. Az-Zukhruf: 28); tabut sisa peninggalan Nabi Musa (QS. Al-Baqarah: 248); orang yang mempunyai kemuliaan (QS. Hud: 116); akhirat yang disebutkan lebih baik dan lebih kekal (QS. Al-A'la: 17).
Azab Tuhan di akhirat lebih kekal dan juga neraka Saqar tidak akan ada yang tersisa darinya satu pun (QS. Thaha: 73 dan 127), serta (QS. Al-Muddatstsir: 28); karunia dan apa-apa yang di sisi Allah adalah kekal, baqin (QS. An-Nahl: 96) dan lebih kekal, abqa (QS. Thaha: 131), (QS. Al-Qashash: 60), dan (QS. Asy-Syura: 36); orang yang menyempurnakan takaran, sisa, atau keuntungan dari Allah lebih baik baginya (QS. Hud: 86); amal-amal yang kekal lagi saleh (al-baqiyat ash-shalihat) lebih baik pahalanya di sisi Allah (QS. Al-Kahfi: 46) dan (QS. Maryam: 76).
Berbeda penerapannya pada Allah, kata abqa dan yang seakar dengannya, bila diterapkan pada sesuatu selain Allah, seperti akhirat, surga, dan neraka. Umpamanya, ia tidaklah kekal dengan sendirinya, tetapi dikekalkan Allah dan dapat hancur, musnah, dan berubah. Adapun masa kekekalannya tergantung menurut undang-undang aturan yang ditetapkan Allah sendiri terhadapnya. Karena itu kekekalan selain Allah harus diartikan masa yang sangat lama. [dutaislam.or.id/ka]
Sumber:
Ensiklopedia Al-Qur'an, Kajian Kosakata, Jilid: I, hlm: 50, ditulisSirajuddin Zar