Ilustrasi peletakan batu pertama NU yang seolah menyepelekan orang lain. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Mobilisasi untuk hadir dalam acara peletakan batu pertama (groundbreaking) massif terjadi. Sampai malam ini, Kemin Soplo Kere Kere di beragam group yang berkaitan NU, saling mengirim screenshoot instruksi, ajakan, dan beragam istilah untuk hadir. Ada semangat untuk mendoakan acara lancar, meski tidak semuanya hadir.
Antusiasme terlihat, setidaknya dari lembaga-lembaga keNUan yang "ikut-ikutan" menggunakan istilah instruksi. Namun perlu disadari, sejumlah ranting NU dari ujung Utara Jepara sampai ujung Selatan Jepara, ada semacam rasa keengganan. "Biarlah diurus para penggede saja," demikian jawaban di tingkatan ranting. Kira-kira.
Sejumlah persoalan sebelum acara groundbreaking bukanlah urusan ranting, bahkan MWCNU pun bukan level membahasnya, apalagi hanya Kemin Soplo Kere Kere, yang goblok-goblok.
Undangan yang tidak mencantumkan pengurus level PWNU, tidak penting. Kehadiran Ndoro Habib asal Pekalongan lebih terberkahi daripada Ketua Tanfidziyah PWNU, Rais Syuriyah PWNU, atau Rais 'Am PBNU dan Ketum PBNU.
Pembangunan RS (tanpa) NU adalah perkara besar, melibatkan penggalangan dana yang besar, serta perlu dukungan besar dari banyak pihak para pembesar, tapi sayangnya itu menjadi perkara sepele bagi panitia atau setidaknya bagi PCNU Jepara. Artinya, ada upaya menyepelekan kepengurusan berjenjang di atasnya.
Bagi orang awam, kehadiran Gubernur Jawa Tengah yang juga bakal calon presiden setidaknya dianggap lebih penting daripada LKNU PBNU dan Arsinu (Asosiasi Rumah Sakit Islam NU). Sayangnya, Gubernur Jateng sedang menunaikan haji dan kemungkinan besar tak bisa turut hadir karena masih dalam sejumlah rangkaian acara di Arab Saudi.
Kegagalan hadirnya Gubernur Jateng, sebetulnya bisa diinisiasi dengan mengundang pembesar lain. Kebetulan, Menkopolhukam Prof. Mahfud MD menjadi khatib di Masjid Agung Jawa Tengah. Namun lagi-lagi, Menkopolhukam lebih memilih ke Jogja daripada ke Jepara untuk turut meramaikan groundbreaking.
Ada banyak diaspora warga Jepara di pusaran kuasa hari ini. Lingkaran istana dari kantor staf presiden, lingkaran istana dari kantor wakil presiden, wakil menteri, jajaran eselon 1 kementerian dan lembaga, termasuk petinggi organisasi. Sayangnya, itu semua seolah terbaca disepelekan dalam mobilisasi RS (tanpa) NU.
Ironisnya, serangkaian proses perijinan dan prosedur administrasi menyangkut lokasi dan bangunan sama sekali tak ada progres. Dan itu hanya mengandalkan "orangku". Semoga semua bisa diurus lancar dan dilancarkan atasnama kemaslahatan umat.
Dukungan warga Nahdliyin Jepara bukan abal-abal. Ada semangat keseriusan untuk memiliki aset berharga bernama RSNU Jepara. Tapi lagi lagi keseriusan itu bisa "kendor" sama persis seperti dukungan politik warga NU pada pilihan politik pengurus PCNU.
Lihatlah, manakala PCNU menentukan sikap politiknya pada calon bupati Jepara saat Pilbup, kekalahan seringkali diterima. Kekalahan berkali-kali calon usungan PCNU dalam Pilbup Jepara, mestinya menjadi koreksi bahwa tidak ada "kepatuhan mutlak" warga Nahdliyin dan struktural NU di semua jenjang.
Oleh karenanya, jika groundbreaking juga akan dijadikan medan promosi bakal calon bupati tertentu, maka tunggulah bahwa itu dianggap sepele warga Nahdliyin. Sesepele Kemin Soplo Kere Kere hadir atau tidak dalam acara groundbreaking esok. Lancar semua dalam agenda masing-masing, meski malam ini gempa terasa mengiringi. [dutaislam.or.id/ab]
Ditulis di Jepara, 30 Juni 2023 | Penulis: Kemin Soplo Kere Kere