![]() |
KH. Ahmad Fauzan. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - KH. Ahmad Fauzan lahir sekitar tahun 1320 H/1905 M di Dukuh Penggung, Gemiring Lor, Kecamatan Nalumsari. Ia berasal dari keluarga Ibu Nyai Thahirah binti K. Harun bin Kyai Arif dan KH. Abdul Rasul bin Kyai Ahmad Sanwasi. Keluarganya dikenal sederhana, santun, religius, dan alami, yang menjadi fondasi kuat bagi KH. Ahmad Fauzan dalam membina keluarga dan masyarakat di sekitarnya.
Kiai Ahmad Fauzan merupakan salah satu dari lima ulama non-kooperatif terhadap kolonial Belanda di kawasan Pantai Utara Pulau Jawa. Kelima ulama tersebut adalah: Mbah Sulaiman (Raden Ngabei Brontodiwiryo, dimakamkan di Jakenan, Pati), Mbah Abu Sujak, Mbah Mursidin, Mbah Bunggoro, dan Mbah Ahmad Sanwasi (kakek KH. Ahmad Fauzan, dimakamkan di Penggung dekat Bale Kambang Mayong Jepara).
Latar Pendidikan
KH. Ahmad Fauzan memulai pendidikannya dengan belajar agama di pesantren Balekambang, Kecamatan Nalumsari, selama tiga tahun. Pada masa remajanya, ia diasuh oleh Hadratus Syaikh Al-Maghfurlah KH. Chasbullah (ayah KH. Abdullah Handziq), di mana ia mempelajari kitab-kitab nahwu-sharaf dari Al-Ajurumiyyah hingga Alfiyah dengan hafalan, kecuali kitab Mutammimmah.
Beliau kemudian melanjutkan nyantri di pesantren Syaikh KH. Khalil Rembang bersama KH. Abdur Rosyid bin KH. Zain dan kepada KH. Nur Ali bin KH. Abdul Qodir. Di sana, beliau mengkhatamkan berbagai kitab-kitab syarah seperti syarah Al-Barzanji dan syarah Aqidatul Awam. KH. Ahmad Fauzan juga belajar di pesantren KH. Khalil Gemiring Kidul dalam dua periode, tujuh bulan pertama dan empat bulan kedua.
Pada tahun 1340 H-1342 H/1922 M-1924 M, KH. Ahmad Fauzan memperdalam ilmunya di Makkah Al-Mukaromah, di mana ia juga menghafal Al-Qur’an hingga surat An-Nisa' (juz IV dan V). Setelah itu, ia belajar di pesantren Syaikh KH. Sholeh Amin di Tayu, Kabupaten Pati, selama lima tahun dari tanggal 6 Dzul Qa’dah 1346 H/25 April 1928 M hingga Sya'ban 1351 H/Desember 1932 M. Di Tayu inilah beliau ditempa menjadi pemimpin umat.
Mulai 19 Syawal 1351 H/13 Februari 1933 M, KH. Ahmad Fauzan menghafal Al-Qur’an di bawah bimbingan KH. Moh. Zuhri dan khatam pada hari Ahad, 1 Shafar 1353 H/9 Juni 1934 di Bangsri. Tradisi santri keliling—pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya untuk mengejar ilmu—menjadi bagian penting dalam perjalanan pendidikan beliau.
Visi Pendidikan KH. Ahmad Fauzan
Menurut KH. Ahmad Fauzan, pendidikan adalah usaha sadar untuk membentuk watak dan perilaku secara sistematis, terencana, dan terarah. Beliau menyadari sepenuhnya pentingnya pendidikan bagi perkembangan umat, sehingga bertekad mengembangkan pendidikan dari berbagai sektor.
Visi pendidikan yang beliau kembangkan adalah pendidikan yang integratif dan akomodatif, mencakup berbagai disiplin ilmu (ilmu hal maupun ilmu mustqbal). Sepulangnya dari pesantren, KH. Ahmad Fauzan langsung mendirikan masjid dan madrasah di Bangsri, dengan dukungan Al-Maghfurlahu Mbah K. Abdul Syakur. Beliau juga membangun sebuah madrasah di desa Cepogo, Kecamatan Bangsri, yang pada waktu itu dalam situasi genting karena pengejaran tentara kolonial Belanda.
Semangat khidmah beliau terhadap ilmu sangat besar. KH. Ahmad Fauzan sangat produktif dalam membuat syair (nadhoman) dalam bahasa Arab, Jawa, maupun Indonesia. Selain itu, fatwa-fatwa, petuah, dan tadzkirah beliau yang belum sempat dibukukan masih banyak tersebar di kalangan masyarakat.
Perjuangan KH. Ahmad Fauzan
Pada masa pendudukan Jepang, KH. Ahmad Fauzan mengalami penderitaan yang luar biasa. Ia ditangkap dan disiksa oleh tentara Jepang karena dianggap sebagai biang kerusuhan di Jepara, tetapi akhirnya dibebaskan karena tidak terbukti.
Pada tahun 1945, para ulama di wilayah Pati berkumpul untuk mencari cara agar tentara Jepang menyerah. KH. Ahmad Fauzan dipilih secara aklamasi untuk memimpin penyerangan melawan tentara Jepang. Dengan tekad bulat dan niat yang ikhlas, beliau berhasil memimpin rakyat Pati untuk memaksa pasukan Jepang menyerah.
Setelah Indonesia merdeka, KH. Ahmad Fauzan aktif dalam gerakan mempertahankan kemerdekaan. Ia turut serta dalam berbagai aksi, termasuk menggelar pengasmaan bambu runcing di halaman masjid Darussalam Saripan, Jepara. Beliau juga menjadi asisten Bupati Jepara saat itu, Mayor Ishak. Karena keberaniannya, KH. Ahmad Fauzan menjadi incaran tentara kolonial Belanda, hingga akhirnya ditangkap dan dimasukkan ke dalam tahanan di Jepara. Setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, beliau dibebaskan dan kembali ke masyarakat untuk mengisi kemerdekaan.
Beliau diangkat oleh pemerintah RI sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kabupaten Jepara yang pertama setelah revolusi dan pernah menjadi anggota DPRD. Meski menjadi elit birokrat, KH. Ahmad Fauzan tetap setia pada jati dirinya sebagai santri. Ketika mengunjungi kantor-kantor KUA, beliau selalu menyempatkan diri menghadiri pengajian masyarakat, yang kini dikenal sebagai pengajian idaroh syuriah.
Pada tahun 1955, di bawah kepemimpinan KH. Ahmad Fauzan dan KH. Abdur Rosyid, partai NU (Nahdlatul Ulama) Jepara memenangkan pemilu RI dengan mutlak.
Falsafah Kehidupan
Falsafah hidup KH. Ahmad Fauzan adalah berjuang demi agama, nusa, bangsa, dan negara selama masih dalam koridor kemaslahatan bagi semua dan tidak bertentangan dengan hukum syara’. Beliau dikenal sebagai sosok yang toleran (tasamuh) dan penuh kasih sayang (tarahum) kepada sesama, yang tercermin dalam salah satu syairnya dalam bahasa Jawa:
Rakyat podo bungah, kabeh podo seneng
fekir miskin terpelihara ora gremeng
Perjuangan nabi conto kanggo umat
kemerdekaan kesempurnaan dunya akhirat
Lawanmu iku mung werno loro
musuh agomo negoro karo
Liyane iku dulurmu kabeh
mulo rukun asih lan sumeh
Detik-detik Wafatnya KH. Ahmad Fauzan
KH. Ahmad Fauzan wafat pada hari Selasa, 6 Rabi’ul Tsani 1393 H, atau bertepatan dengan 17 Mei 1972 M, pukul 11.00 WIB. Pada saat-saat terakhirnya, beliau masih muthala’ah (menelaah) kitab tafsir.
Menjelang pemakaman, terjadi musyawarah mengenai tempat pemakaman beliau. Setelah melalui diskusi yang melibatkan banyak pihak, KH. Amin Sholeh memberikan fatwa agar keputusan pemakaman diserahkan kepada istri KH. Ahmad Fauzan, Ibu Hj. Mu’minah. Akhirnya, beliau dimakamkan di pemakaman Suromoyo, Kedungleper, Ampean, Bangsri, Kabupaten Jepara.
Pada pemakaman tersebut hadir KH. Arwani Amin Kudus, KH. Abdullah Hadziq Balekambang Mayong Jepara, KH. Abdullah Salam Kajen Pati, serta ulama-ulama se-Karesidenan Pati. Para pejabat Pemerintahan Kabupaten Jepara, termasuk Bupati Muhadi, S.H., juga hadir dan menyampaikan bahwa KH. Ahmad Fauzan adalah seorang ulama, politikus, dan pahlawan yang disegani oleh penjajah. [dutaislam.or.id/ab]
Keterangan:
Artikel adalah hasil rangkuman dari Buku Dinamika Kebangkitan Ulama: Visi Misi dan Perjuangan KH. Ahmad Fauzan yang diulas singkat oleh Kholishotul Fauziyah, dan merupakan hasil wawancara dengan cucu KH. Ahmad Fauzan, Muhyidin (Pak Ayik).