![]() |
Ilustrasi menggunakan biji tasbih untuk berdzikir. Foto: istimewa. |
Oleh Suryono Zakka
Dutaislam.or.id - Kaum Wahabi sangat menentang penggunaan biji tasbih, menganggapnya sebagai simbol kesesatan. Mereka berpendapat bahwa biji tasbih tidak ada pada masa Rasulullah Saw, dan bahwa tasbih dipakai oleh kaum sufi, rafidhah, serta dianggap karya non-muslim.
Apakah benar biji tasbih tidak ada pada masa Rasulullah?
Ketika menjelaskan hadits Ibnu Amr dan Yusairah binti Yasir dalam Kitab Tuhfaul Ahwadzi, Syaikh Abul A'la Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri menerangkan begini:
وَفِي الْحَدِيثِ مَشْرُوعِيَّةُ عَقْدِ التَّسْبِيحِ بِالْأَنَامِلِ وَعَلَّلَ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَدِيثِ يَسِيرَةَ الَّذِي أَشَارَ إِلَيْهِ التِّرْمِذِيُّ بِأَنَّ الْأَنَامِلَ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ يَعْنِي أَنَّهُنَّ يَشْهَدْنَ بِذَلِك، فَكَانَ عَقْدُهُنَّ بِالتَّسْبِيحِ مِنْ هَذِهِ الْحَيْثِيَّةِ أَوْلَى مِنْ السُّبْحَةِ وَالْحَصَى، وَيَدُلُّ عَلَى جَوَازِ عَدِّ التَّسْبِيحِ بِالنَّوَى وَالْحَصَى حَدِيثُ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى اِمْرَأَةٍ وَبَيْنَ يَدَيْهَا نَوًى أَوْ حَصًى تُسَبِّحُ بِهِ الْحَدِيثَ، وَحَدِيثُ صَفِيَّةَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ يَدَيَّ أَرْبَعَةُ آلَافِ نَوَاةٍ أُسَبِّحُ بِهَا الْحَدِيثَ .
Terjemah:
"Hadits ini menunjukkan disyariatkannya bertasbih menggunakan ujung jari jemari, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits Yusairah yang diisyaratkan oleh At Tirmidzi mengatakan bahwa ujung jari jemari akan menjadi saksi atas hal itu. Menghitung tasbih dengan menggunakan ujung jari lebih utama dibanding dengan subhah (untaian biji tasbih) dan kerikil. Hadits Sa’ad bin Abi Waqqash menunjukkan kebolehan menghitung tasbih dengan kerikil dan biji-bijian, dimana beliau bersama Rasulullah Saw menemui seorang wanita yang dihadapannya terdapat biji-bijian atau kerikil yang digunakannya untuk bertasbih. Hadits Shafiyah juga menyatakan bahwa Rasulullah Saw menemui beliau ketika sedang menggunakan 4000 biji-bijian untuk bertasbih."
Dari penjelasan ini, jelas bahwa tuduhan Wahabi bahwa biji tasbih belum ada pada masa Rasulullah sangat tidak benar. Meskipun penggunaan jari lebih utama dibanding biji tasbih, bukan berarti berdzikir dengan biji tasbih adalah perbuatan sia-sia atau kemungkaran.
Dalil serampangan kaum Wahabi bertentangan dengan pandangan Ibnu Taimiyah, salah satu tokoh panutan mereka, yang mengakui kebolehan berdzikir dengan biji tasbih sebagaimana yang telah menjadi amalan ulama mazhab. Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa (22/506), mengatakan:
وعد التسبيح بالأصابع سنة كما قال النبي ﷺ للنساء: سبحن واعقدن بالأصابع فإنهن مسؤولات مستنطقات. وأما عده بالنوى والحصى ونحو ذلك فحسن. وكان من الصحابة رضي الله عنهم من يفعل ذلك وقد رأى النبي ﷺ أم المؤمنين تسبح بالحصى واقرها على ذلك. وروى أن أبا هريرة كان يسبح به. وأما التسبيح بما يجعل في نظام من الخرز ونحوه فمن الناس من كرهه ومنهم من لم يكرهه، وإذا أحسنت فيه النية فهو حسن غير مكروه
Terjemah:
"Menghitung tasbih dengan jari jemari adalah sunnah, sebagaimana sabda Nabi Saw kepada kaum wanita: "Bertasbihlah dan hitunglah dengan jari jemari, karena jari jemari itu akan ditanya dan diajak bicara". Adapun menghitung tasbih dengan biji-bijian dan kerikil adalah perbuatan baik (hasan). Sebagian sahabat (Radhiallahu Anhum) ada yang melakukannya dan Nabi Saw telah melihat ummul mukminin bertasbih dengan batu-batu kecil dan beliau menyetujuinya. Abu Hurairah juga pernah bertasbih dengan batu-batu kecil".
Rasulullah Saw bersabda:
أُخْبِرُكِ بِمَا هُوَ أَيْسَرُ عَلَيْكِ مِنْ هَذَا أوْ أفْضَلُ. فَقَالَ قُوْلِيْ سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَاخُلَقَ فِي السَّمَاءِ، سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَاخُلِقَ فِي الأرْضِ، سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَابَيْنَ ذَلِكَ، سُبْحَانَ الله عَدَدَ مَاهُوَ خَالِقٌ، وَاللهُ أكْبَرُ مِثْلَ ذَلِكَ، وَالْحَمْد لِلّهِ مِثْلُ ذَلِكَ، وَلَاإلهَ إلَّااللهُ مِثْلَ ذَلِكَ، وَلَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إلاَّ باِللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ مَثْلُ ذَلِكَ
Terjemah:
Aku akan memberitahu dirimu hal-hal yang lebih mudah kamu kerjakan atau lebih utama dari menggunakan kerikil ini. Bacalah “Maha Suci Allah” sebanyak bilangan makhluk langit, “Maha Suci Allah” sebanyak hitungan makhluk bumi, “Maha Suci Allah” sebilangan makhluk antara langit dan bumi, “Maha Suci Allah” sebagai Sang Khaliq. “Segala Puji Bagi Allah” seperti itu pula (bilangannya), “Tiada Tuhan Selain Allah” seperti itu pula, ”Allah Maha Besar” seperti itu pula, dan ”Tidak Ada Upaya dan Kekuatan Selain dari Allah” seperti itu pula." (HR Tirmidzi)
Imam Syaukani membahas hadits-hadits terkait biji tasbih dan membolehkannya, dengan mengatakan:
بأن الأنامل مسئولات مستنطقات يعني أنهن يشهدن بذلك فكان عقدهن بالتسبيح من هذه الحيثية أولى من السبحة والحصى. والحديثان الآخران يدلان على جواز عد التسبيح بالنوى والحصى. وكذا بالسبحة لعدم الفارق لتقريره صلى اللَّه عليه وآله وسلم للمرأتين على ذلك. وعدم إنكاره والإرشاد إلى ما هو أفضل لا ينافي الجواز
Terjemah:
"Ujung jari jemari akan ditanya dan diajak bicara, sehingga menghimpun tasbih dengan jari lebih utama dibanding dengan untaian biji tasbih dan kerikil. Dua hadits lainnya menunjukkan bolehnya menghitung tasbih dengan biji, kerikil, dan juga dengan untaian biji tasbih, karena tidak ada bedanya, dan ini perbuatan yang ditaqrirkan (disetujui) oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap dua wanita tersebut. Menunjukkan hukum yang lebih utama tidak berarti menghilangkan hukum boleh."
Tuduhan Wahabi bahwa biji tasbih adalah penyerupaan tradisi non-Muslim tidak berdasar, sebab biji tasbih sudah ada pada masa Rasulullah Saw. Kiai Ma'ruf Khozin, pakar Aswaja, menjelaskan bahwa biji tasbih yang digunakan umat Islam tidak menyerupai ajaran umat lain, sebagaimana beliau mengutip pendapat Syaikh Athiyah:
ﻓﺎﻟﻔﺮﻗﺔ اﻟﺸﻴﻮاﺋﻴﺔ ﺳﺒﺤﺘﻬﺎ ﺃﺭﺑﻊ ﻭﺛﻤﺎﻧﻮﻥ ﺣﺒﺔ، ﻭاﻟﻔﺮﻗﺔ اﻟﻮﺷﻨﻮﻳﺔ ﺳﺒﺤﺘﻬﺎ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﺛﻤﺎﻥ ﺣﺒﺎﺕ
Terjemah:
"Kelompok Shiwa menggunakan tasbih sebanyak 84 biji, aliran Wishnu sebanyak 108 biji, sedangkan tasbih yang digunakan umat Islam adalah 99 atau 33 biji, sehingga tidak ada tasyabbuh (penyerupaan) dengan non-Muslim".
Wahabi sangat membenci tasawuf sehingga memusuhi kaum sufi. Akibatnya, mereka sering bersikap kasar dan tidak memiliki akhlak yang baik terhadap sesama Muslim.
Siapapun di luar golongan mereka akan dicap sesat. Wahabi tidak jauh berbeda dengan kaum Rafidhah yang juga sering mencela. Jika Rafidhah gemar mencela sahabat, Wahabi gemar mencela ahlul bait, kaum sufi, dan seluruh umat Islam di luar kelompok mereka. [dutaislam.or.id/ab]