![]() |
Ilustrasi hukum membaca doa dengan bahasa selain Arab. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Jika seseorang berdoa dalam shalat—misal ketika sujud atau saat tasyahud akhir sebelum salam—dengan menggunakan bahasa selain Arab dan doa tersebut dibuat sendiri, hal itu tidak dibolehkan bahkan dapat membatalkan shalatnya.
Pendapat ini dipegang oleh madzhab Syafi’i. Oleh karena itu, dianjurkan untuk berdoa dalam shalat menggunakan doa yang ma’tsur, yaitu doa yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena hal ini lebih aman.
Imam Nawawi membagi pembahasan menjadi dua, yakni: hukum doa ma’tsurat (yang ada nash dari Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan hukum doa yang tidak ma’tsur.
Doa Ma'tsurat
Adapun bila doanya tersebut ma’tsurat (berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah), terdapat tiga pendapat di kalangan ulama Syafi’iyah:
- Bagi yang tidak mampu berbahasa Arab, maka dia boleh membaca terjemahan dari doa tersebut. Namun bagi yang mampu berbahasa Arab, tidak dibolehkan membaca terjemahannya. Jika ia mampu berbahasa Arab dan tetap menggunakan terjemahan, shalatnya batal.
- Boleh membaca terjemahan baik bagi yang bisa berbahasa Arab maupun yang tidak.
- Tidak dibolehkan membaca terjemahan, baik yang mampu berbahasa Arab maupun yang tidak, karena pada saat itu tidak dianggap darurat.
Doa Ghairu Ma’tsurat
Untuk doa yang tidak ma’tsurat (tidak berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah) dengan selain bahasa Arab, maka tidak dibolehkan dan tidak ada khilaf dalam madzhab Syafi’i bahwa shalatnya batal. Hal ini berbeda jika seseorang membuat doa dengan bahasa Arab, yang dibolehkan dalam madzhab Syafi’i tanpa khilaf. (Al Majmu’, 3:181).
Salah seorang ulama Syafi’iyah, Muhammad bin Al-Khatib Asy-Syarbini berkata:
فَإِنَّ الْخِلَافَ الْمَذْكُورَ مَحَلُّهُ فِي الْمَأْثُورِ .أَمَّا غَيْرُ الْمَأْثُورِ بِأَنْ اخْتَرَعَ دُعَاءً أَوْ ذِكْرًا بِالْعَجَمِيَّةِ فِي الصَّلَاةِ فَلَا يَجُوزُ كَمَا نَقَلَهُ الرَّافِعِيُّ عَنْ الْإِمَامِ تَصْرِيحًا فِي الْأُولَى، وَاقْتَصَرَ عَلَيْهَا فِي الرَّوْضَةِ وَإِشْعَارًا فِي الثَّانِيَةِ، وَتَبْطُلُ بِهِ صَلَاتُهُ
Artinya:
"Perbedaan pendapat yang terjadi adalah pada doa ma’tsur. Adapun doa yang tidak ma’tsur (tidak berasal dari dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah), maka tidak boleh doa atau dzikir tersebut dibuat dengan selain bahasa Arab lalu dibaca dalam shalat. Hal ini tidak dibolehkan sebagaimana dinukil oleh Ar-Rofi’i dari Imam Syafi’i sebagai penegasan dari pendapat pertama. Sedangkan dalam kitab Ar-Roudhoh, pendapat kedua diringkas. Membaca doa dengan selain bahasa Arab mengakibatkan shalatnya batal." (Mughnil Muhtaj, 1:273).
Berdasarkan pendapat dalam madzhab Syafi’i, berdoa dengan selain bahasa Arab tidak dibolehkan dan dapat membatalkan shalat.
Doa di Luar Shalat
Adapun doa di luar shalat, maka tidak mengapa menggunakan bahasa non-Arab. Hal ini tidak menjadi masalah, terutama jika hatinya lebih hadlir (lebih memahami) doa yang dipanjatkan.
Sudah sepatutnya doa yang dipanjatkan dipahami maknanya. Karena hati yang memahami isi doa tentu doanya akan lebih didengar dan dikabulkan daripada hati yang lalai. Oleh karena itu, setiap doa yang dipanjatkan hendaknya dipahami artinya sehingga lebih bisa diresapi.
Dari Abu Hurairah ra, Nabi Saw bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
Artinya:
"Berdoalah kepada Allah dengan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai". (HR. Tirmidzi).
Demikian. Terimakasih. [dutaislam.or.id/ab]