Iklan

Iklan

,

Iklan

Hukum Menjawab Adzan Bagi Wanita Haid

Duta Islam #02
15 Agu 2024, 04:41 WIB Ter-Updated 2024-08-14T21:41:52Z
Download Ngaji Gus Baha
hukum menjawab adzan bagi wanita haid
Ilustrasi hukum menjawab adzan. Foto: dutaislam.or.id.


Dutaislam.or.id - Di dalam kitab At-Tuhfah, terdapat sebuah keterangan yang menyebutkan keutamaan besar bagi siapa saja yang menjawab adzan dan iqamah. Keterangan tersebut menyatakan bahwa setiap huruf yang diucapkan ketika menjawab adzan atau iqamah oleh seorang perempuan, akan diangkat derajatnya sebanyak satu juta derajat, sementara bagi laki-laki akan mendapatkan kelipatan dari itu.


Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Thobroni dan tercantum dalam kitab Tuhfatul Muhtaj. Menurut sanadnya, sebagian besar perawinya dianggap tsiqoh (terpercaya) oleh para ulama, meskipun terdapat satu perawi yang diperselisihkan. Hal ini membuat hadits ini menjadi bahan perdebatan di kalangan para ulama mengenai derajatnya.


Namun, berdasarkan pandangan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, beliau menyatakan tidak mengetahui keabsahan hadits tersebut. Meski demikian, keterangan ini tetap menjadi salah satu panduan yang dapat diambil manfaatnya, terutama dalam konteks amalan sehari-hari seperti menjawab adzan dan iqamah.


Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Thobroni dengan sanad yang sebagian besar perawinya dianggap tsiqoh. Namun, ada satu perawi yang diperselisihkan, sehingga hadits ini belum bisa dikategorikan sebagai hadits yang shahih dengan mutlak. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami bahkan menyatakan bahwa beliau tidak mengetahui hadits ini. Dengan demikian, hadits ini dapat dianggap sebagai hadits yang lemah (dhaif), meskipun tetap bisa diambil sebagai amalan kebaikan dalam menjawab adzan dan iqamah.


Apakah Amalan Ini Berlaku dalam Segala Keadaan?

Menurut pendapat para ulama, menjawab adzan dan iqamah tetap disunnahkan dalam berbagai keadaan, termasuk ketika seseorang sedang dalam keadaan junub, haid, atau nifas. Ini berarti, amalan menjawab adzan tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang berada dalam keadaan suci, tetapi juga bagi mereka yang sedang dalam hadats besar. Dalam pandangan Imam Ibnu Hajar dan Imam Romli, sunnah menjawab adzan ini berlaku secara umum, tanpa terkecuali.


Dalam kitab Kitab Mu'jam Al-Kabir oleh Imam Thobroni, disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri di antara barisan laki-laki dan perempuan, kemudian bersabda: "Wahai kaum perempuan, jika kalian mendengar adzan yang dikumandangkan oleh muadzin Habasyi ini dan iqamahnya, maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan, karena setiap huruf yang kalian ucapkan akan mendapatkan pahala sebesar seribu ribu derajat." Ketika Umar bin Khattab mendengar ini, beliau Saw bertanya, "Apakah ini hanya untuk perempuan? Bagaimana dengan laki-laki?" Rasulullah SAW menjawab, "Bagi laki-laki, pahalanya dua kali lipat, wahai Umar."


Namun, sanad hadits ini mengandung beberapa perawi yang diperselisihkan keabsahannya, seperti Abdullah Al-Jazari yang tidak dikenal oleh sebagian ulama. Meskipun begitu, mayoritas perawi lainnya dianggap tsiqoh.


Dalam kitab Kitab Majma' Zawaid, diceritakan pula bahwa Rasulullah SAW menegaskan bahwa perempuan yang taat kepada suaminya dan melaksanakan hak-hak suaminya dengan baik akan ditempatkan di surga bersama para syuhada, dan jika suaminya adalah orang yang beriman dan berakhlak baik, maka dia akan menjadi pasangan istrinya di surga. Ini menunjukkan betapa besar pahala yang bisa diperoleh oleh perempuan yang menjawab adzan dan iqamah, terutama jika mereka juga menjalankan kewajibannya dengan baik di dunia.


Begitu pula dalam keterangan Kitab Kanzul Ummal. Kitab ini menambahkan bahwa setiap perempuan yang menjawab adzan akan mendapatkan seratus ribu kebaikan, diangkat seribu derajat, dan dihapuskan seribu kesalahan. Ketika para sahabat bertanya mengenai pahala untuk laki-laki, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa pahala bagi laki-laki adalah dua kali lipat.


Ini artinya, menjawab adzan dan iqamah adalah amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam, dan keutamaannya sangat besar, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Meskipun hadits yang menyebutkan keutamaan ini memiliki beberapa kelemahan dalam sanadnya, tetap dianjurkan bagi kita untuk mengamalkannya sebagai bentuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. 


Lebih dari itu, sunnah ini berlaku dalam berbagai keadaan, baik dalam keadaan suci maupun tidak, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menjawab adzan dan iqamah ketika mendengarnya. [dutaislam.or.id/ai]

Iklan