Iklan

Iklan

,

Iklan

Ketika Aturan Negara Melanggar Hukum Syariat

Duta Islam #05
24 Agu 2024, 08:55 WIB Ter-Updated 2024-08-24T03:59:04Z
Download Ngaji Gus Baha
hukum melepas jilbab demi aturan negara tidak bisa dijadikan dalil keberagaman
Ilustrasi Paskibraka berjilbab. Foto: dutaislam.or.id.


Oleh KH. Mohammad Ma'ruf Khozin


Dutaislam.or.id - Saya mengamati para kiai kita sejak dahulu memiliki dua beban tanggung jawab, Islam dan Negara. Keduanya tidak dibenturkan, negara tidak dikafirkan atas nama Islam. Formula yang dipertemukan antar keduanya adalah tidak memaksakan hukum Islam masuk ke dalam undang-undang negara, namun berjuang sekuat tenaga jangan sampai aturan negara melanggar hukum syariat. Prinsip ini dilandaskan pada hadist:


فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَىْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ


Terjemah:

Jika aku melarang sesuatu maka tinggalkanlah dan jika aku memerintahkan sesuatu maka lakukan semampu kalian” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)


Menutup aurat dalam keyakinan Muslim adalah sebuah kewajiban, sebagaimana dalam hadist:


عَنْ معاوية بن حيدة قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَوْرَاتُنَا مَا نَأْتِى مِنْهَا وَمَا نَذَرُ قَالَ: احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مِمَّا مَلَكَتْ يَمِينُكَ. فَقَالَ الرَّجُلُ يَكُونُ مَعَ الرَّجُلِ قَالَ: إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ لاَ يَرَاهَا أَحَدٌ فَافْعَلْ


Terjemah:

Muawiyah bin Haidah bertanya pada Nabi tentang aurat yang harus dipenuhi dan yang boleh ditinggalkan. Nabi menjawab: “Jagalah auratmu, kecuali pada istrimu atau budakmu”. Ia bertanya: “Jika sesama laki-laki?” Nabi bersabda: “Jika kamu mampu tidak ada yang melihat auratmu, maka lakukan” (HR Au Dawud) 


Di antara kesempatan yang dibenarkan membuka aurat jika ada keterpaksaan, seperti khitan, melahirkan, mengobati, bekam dan lainnya. Sementara di acara Paskibraka bukanlah kesempatan yang dibenarkan. Sebab di tahun-tahun terdahulu tidak masalah dan tidak menghilangkan kebersamaan sesama anak bangsa. Ini kan untuk keseragaman? Jawabnya: dari dulu upacara di Istana selalu seragam resmi tapi saat ini malah Presiden yang mengawali keragaman dengan memakai pakaian etnik yang ragam corak, juga Wapres dan para Menteri.


Dan semoga aturan ini dibatalkan. Saya menulis agak terlambat karena yakin sudah banyak yang protes dari semua kalangan. Dan kalau cuma protes saja sejak kemarin sudah bisa dilakukan oleh siapapun. Sementara saya masih melihat perkembangan dan menganalisa dengan argumen dan dalil. [dutaislam.or.id/ab]


KH. Mohammad Ma'ruf Khozin, Ketua Aswaja Center PWNU Jawa Timur. 

Iklan