Ilustrasi perbedaan sunnah dan bid'ah. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Banyak umat Islam memahami perkataan Imam Syafi'i secara sepotong tentang bid'ah tanpa memahami illatnya (alasannya), sehingga dengan jahilnya mereka menyebut bid'ah hasanah, bukan sunnah hasanah.
Imam As-Syafi'i berkata:
البِدْعَةُ بِدْعَتَانِ بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَذْمُومٌ، وَاحْتَجَّ بِقَوْلِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ: نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هِيَ
Terjemah:
"Bid’ah itu ada dua: bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Maka bid’ah yang sesuai dengan sunnah adalah terpuji, dan bid’ah yang menyelisihi sunnah adalah tercela". Imam Asy-Syafi'i berdalil dengan perkataan Umar bin Al-Khattab tentang sholat tarawih di bulan Ramadhan: "Sebaik-baik bid’ah adalah ini". (Hilyatul Auliya': 9/113).
Mendirikan sholat tarawih secara berjamaah adalah perintah dari Nabi Saw. Maka, perkataan Sayyidina Umar dan Imam Syafi'i maksudnya adalah menghidupkan bid'ah yang sesuai dengan sunnah adalah terpuji, yaitu mendirikan sholat sunah tarawih berjamaah yang pernah dikerjakan Nabi.
Karena Nabi khawatir kalau tarawih dianggap wajib dan memberatkan umatnya, beliau hanya melakukan 3 kali saja, sebagaimana dirowayatkan oleh Imam Bukhari.
Pasca Nabi Saw, sahabat melakukan shalat tarawih dengan terpisah-pisah. Lalu Umar menjadikannya satu, dan menjalankan shalat tarawih berjamaah selama satu bulan penuh bersama imam. Padahal yang dilakukan Umar itu sejalan dengan sabda Nabi sebagai berikut:
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
Terjemah:
"Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh" (HR. An-Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkan hadits ini).
Dengan demikian, maksud dari bid'ah hasanah Umar adalah menghidupkan sunnah Nabi yang sudah terpendam kemudian dia hidupkan kembali, dan yang dilakukan itu sejalan dengan perintah dari Nabi. Maka dari itu Imam Syafi'i menyebut bid'ah yang sejalan dengan nama sunnah (artinya: menghidupkan sunnah yang terpendam).
Sebelum menjelaskan maksud dari perkataan Imam As-Syafii ini, ada baiknya jika kita menelaah definisi bid'ah menurut beberapa ulama', sesuai hadist Nabi Saw berikut ini:
عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَاريةَ رَضي الله عنه قَالَ: وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، وَذَرِفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدَّعٍ، فَأَوْصِنَا، قَالَ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
[رَوَاه داود والترمذي وقال: حديث حسن صحيح]
Terjemah:
"Abu Najih, Al-Irbad bin Sariyah ra. berkata: Rasulullah telah memberi nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan membuat air mata bercucuran. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya (meninggal), maka berilah kami wasiat. Rasulullah bersabda: 'Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan taat walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya siapa di antara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. Karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat'" (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi).
Tentang definisi bid'ah, Imam Al-Iz bin Abdissalam berkata:
هِيَ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِي عَهْدِ الرَّسُوْلِ
Terjemah:
Bid'ah adalah mengerjakan perkara yang tidak ada di masa Rasulullah (Qowa'idul Ahkam: 2/172).
Imam An-Nawawi berkata:
هِيَ إِحْدَاثُ مَا لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ
Terjemah:
Bid'ah adalah mengada-ngadakan sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah. (Tahdzibul Asma’ wal Lughat: 3/22).
Imam Al-Aini berkata:
هِيَ مَا لَمْ يَكُنْ لَهُ أَصْلٌ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَقِيْلَ: إِظْهَارُ شَيْءٍ لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ وَلاَ فِي زَمَنِ الصَّحَابَةِ
Terjemah:
Bid'ah adalah perkara yang tidak ada asalnya dari Al-Kitab dan As-Sunnah, dan dikatakan juga (bid’ah adalah) menampakkan sesuatu yang tidak ada pada masa Rasulullah dan tidak ada juga di masa para sahabat (Umdatul Qori: 25/37).
Bila semua amalan ibadah kita sudah pernah ada praktiknya di zaman Rasulullah, dan dilakukan oleh para sahabat dengan inovasi yang berbeda dengan Rasulullah Saw, itu tidak bisa disebut bid'ah. Tapi sunnah. Demikian kesimpulannya. [dutaislam.or.id/ab]