Iklan

Iklan

,

Iklan

Harapan Atas Kepemimpinan Politik NU yang Diakui Dunia

Duta Islam #05
4 Sep 2024, 06:04 WIB Ter-Updated 2024-09-03T23:04:32Z
Download Ngaji Gus Baha
kepemimpinan politik nu di tingkat global semakin diakui
Gus Yahya, Ketum PBNU. Foto: istimewa.


Oleh Ayik Heriansyah


Dutaislam.or.id - National Intelelligence Council’s (NIC), sebuah lembaga pusat pemikiran jangka menengah dan strategis jangka panjang Amerika Serikat, 15 tahun yang lalu (Desember 2004) merilis sebuah laporan yang berjudul, “Mapping the Global Future”. Dalam laporan tersebut NIC memetakan dunia pada tahun 2020 menjadi empat kekuatan besar yaitu:


Pertama, Davod World: Digambarkan bahwa Cina dan India menjadi negara penting dalam bidang ekonomi dan politik. Sekarang menjadi kenyataan. Utamanya Cina, menjadi rival ekonomi Amerika yang menarik Amerika ke dalam perang dagang. Kedua, Pax Americana: Amerika masih menjadi pemimpin dunia. Status quo dan hegemoni Amerika belum bisa dikalahkan oleh negara lain, apalagi di kawasan teluk.


Sedangkan prediksi NIC ketiga meleset, yaitu munculnya A New Chaliphate: Berdirinya kembali Khilafah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai global Barat. Tahun 2014 Khilafah Islam diproklamirkan oleh mujahidin Irak-Suriah. Khilafah yang lebih dikenal dengan nama ISIS berumur 4 tahun. Maret 2019 ISIS dinyatakan kalah. Lahirnya Khilafah lebih cepat enam tahun dan berakhir lebih cepat satu tahun dari rilisan NIC.


Keempat, Cyrcle of Fear (Munculnya lingkaran ketakutan). Di dalam skenario ini, respon agresif pada ancaman teroris mengarah pada pelanggaran atas aturan dan sistem keamanan yang berlaku. Milisi-milisi sipil bersenjata diwakili oleh kelompok Hautsi di Yaman, diaspora para pendukung ISIS dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Milisi Hautsi yang paling berpengaruh di kawasan Teluk yang didukung negara Iran.


Peta kekuatan dunia pada tahun 2020 yang dirilis NIC, baru 50% akurat, setidaknya sampai Januari tahun 2020. Dari tahun 2014 sampai sekarang dinamika para pejuang khilafah berjalan zig zag merespon proklamasi Khilafah oleh ISIS. Al-Qaeda dan Hizbut Tahrir menolak kekhilafahan tersebut. Hizbut Tahrir menuding khilafah tersebut buatan Amerika. Meski faktanya, empat bulan kemudian Amerika dan sekutu-sekutunya membombardir khilafah.


Akan tetapi tudingan ini tidak muncul di kalangan mujahidin, seperti Al-Qaeda dan Taliban. Al-Qaeda dan Taliban menolak khilafah ISIS bukan karena khilafah itu buatan Amerika. Al-Qaeda menolak karena persoalan strategi jihad global. Menurut Al-Qaeda, timing-nya belum tepat untuk mendeklarasikan khilafah. Sedangkan Taliban dari awal berjuang untuk membela tanah airnya, Afghanistan. Taliban tidak ingin mendirikan khilafah. Bagi Taliban Keamiran Islam Afghanistan sudah cukup.


Merespon deklarasi khilafah ISIS, Amir Al-Qaeda Aiman Az-Zhawahiri menyatakan bai’at kepada Amir Taliban. Dia menilai Taliban konsisten berjuang melawan Amerika. Untuk itu dia rela mengesampingkan perbedaan madzhab dengan Taliban. Al-Qaeda berpaham Wahabiyah-Hanabilah, adapun Taliban menganut aqidah Maturidiyah dan fiqih Hanafiyah. Oleh karena itu Taliban lebih moderat dan luwes. Dari corak keagamaannya, sebenarnya Taliban lebih dekat dengan NU ketimbang Al-Qaeda.


Tepat sekali, ketika PBNU berinisiatif menjadi jembatan perdamaian di Afghanistan. Karena di era perang dingin, Afghanistan menjadi laboratorium jihad dan proyek percontohan kaum Wahabi Jihadi seluruh dunia. Abdullah Azzam, tokoh Ikhwanul Muslimin Yordania sampai mau hijrah ke Afganistan dengan angan-angan, jika khilafah berhasil didirikan di Afganistan, Palestina akan lebih mudah dibebaskan dari pendudukan Israel. Tapi nyatanya, setelah mujahidin wahabi berhasil mengalahkan rezim pemerintah Najibullah dukungan Uni Sovyet tahun 1988, sesama mereka saling serang karena berebut kuasa.


Mujahidin wahabi gagal mendirikan khilafah di Afganistan dan meninggalkan perang saudara tak berkesudahan sampai sekarang. Perang saudara bertambah rumit, karena melibatkan Taliban dan pemerintahan bentukan Amerika pasca invasi Amerika 2001. Perdamaian hampir deadlock. Dalam rangka mencari jalan keluar, 13 delegasi tokoh agama dan perdamaian Afganistan sowan ke PBNU di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (17/9/2014). Kunjungan tersebut dalam rangka pencarian solusi perdamaian di Afganistan. Hasilnya berdiri organisasi NU di sana.


Lima tahun kemudian pada hari Selasa (30/7/2019) delegasi Taliban hadir ke kantor Pengurus Besar Nahdaltul Ulama (PBNU) Jakarta, untuk menuju penyelesaian konflik berdarah-darah di Afganistan. Delapan orang perwakilan Taliban diterima langsung KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU dan jajaran pengurus lainnya.


Secara tidak langsung, Al-Qaeda yang berbai’at kepada Taliban dan Taliban yang sowan ke PBNU, telah mengakui kepemimpinan politik NU di tingkat dunia. Kiprah NU untuk menyelesaikan konflik menahun di negeri mereka, ditunggu-tunggu. Kalau dulu Afganistan menjadi proyek percontohan para mujahidin wahabi, namun gagal, kini Afganistan menjadi proyek percontohan NU dalam menyelesaikan konflik-konflik dan menciptakan perdamaian.


Jika berhasil, kepemimpinan NU makin diakui dunia Islam. Ini menjadi modal untuk menyelesaikan konflik dan mendamaikan negeri-negeri Islam yang lain. Tidak berlebihan, pada saatnya nanti, NU diminta andil dalam menyelesaikan konflik di Suriah, Kashmir, Yaman dan Palestina. [dutaislam.or.id/ab]

Iklan