Ilustrasi saat Syaikh Abdul Qadir ngaji ilmu. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Diriwayatkan oleh Syaikh Abu Abdillah Muhammad al-Hirowi, ia menyatakan, "Saya berkhidmat sebagai pendamping Syaikh Abdul Qodir selama empat puluh tahun lamanya. Selama itu, saya menyaksikan bahwa beliau selalu menjaga wudhu' Isya' hingga waktu Subuh tanpa membatalkannya."
Setelah melaksanakan shalat, Syaikh sering masuk ke kamarnya untuk beribadah hingga tiba waktu Subuh. Banyak pejabat dan orang-orang penting yang datang untuk bersilaturahmi, namun jika mereka datang malam hari, mereka tidak dapat bertemu dengan beliau dan harus menunggu hingga waktu Subuh.
Baca: Manaqib 01: Silsilah Nasab Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani ke Rasulullah Saw
Pada suatu malam, Syaikh Abu Abdillah tidak tidur sekejap pun saat mendampingi Syaikh Abdul Qodir. Ia menyaksikan sejak sore hari Syaikh mendirikan shalat, dan di malam harinya melanjutkan dengan dzikir. Saat melewati sepertiga malam, Syaikh Abdul Qodir mulai membaca dzikir:
المحيط الرب الشهيد الحسيب الفعال الخلاق الخالق الباري المصور
Baca Latin:
"Al-Muḥīṭ, Ar-Rabb, Asy-Syahīd, Al-Ḥasīb, Al-Fa’āl, Al-Khallāq, Al-Khāliq, Al-Bāri’, Al-Muṣawwir."
Setelah membaca dzikir tersebut, tubuh Syaikh tampak mengecil hingga hampir tak terlihat. Namun, beberapa saat kemudian, tubuhnya kembali membesar dan naik ke atas sampai menghilang dari pandangan. Beberapa saat kemudian, Syaikh Abdul Qodir muncul lagi dan melanjutkan shalat dengan sujud yang sangat lama.
Sepertiga malam berikutnya ia gunakan untuk berdoa dengan penuh khusyuk, hingga tiba-tiba terpancarlah cahaya yang menyinari beliau. Dalam suasana itu, terdengar suara-suara yang mengucapkan salam hingga terbit fajar.
Benar dan Jujur Adalah Pandangan Hidup Syaikh Abdul Qodir
Dikisahkan bahwa Syaikh Abdul Qodir pernah ditanya oleh seorang ikhwan, "Apa prinsip utama dalam pandangan hidupmu saat beramal?" Beliau menjawab, "Bagiku, wajib untuk berlaku benar dan pantang berdusta."
Saat Syaikh Abdul Qodir berusia 18 tahun, pada suatu hari yang bertepatan dengan hari Arafah, beliau menggembalakan unta di padang rumput. Tiba-tiba, unta yang digembalakannya menoleh ke belakang dan berbicara,
"Wahai Abdul Qodir, kamu bukan diciptakan untuk menjadi penggembala unta."
Peristiwa ini mengejutkan beliau, dan setibanya di rumah, Syaikh segera meminta izin kepada ibunya untuk menuntut ilmu di Baghdad.
Ibunda Syaikh Abdul Qodir, meskipun sangat berat hati melepas kepergian putranya, akhirnya memberikan izin dengan sebuah syarat, yaitu agar Syaikh berjanji untuk selalu jujur dan tidak berdusta dalam keadaan apapun. Syaikh Abdul Qodir menerima syarat tersebut dan berjanji pada ibunya untuk selalu berlaku jujur.
Dalam perjalanan menuju Baghdad, rombongan kafilah yang ditemani Syaikh Abdul Qodir dirampok oleh segerombolan perampok. Salah seorang dari perampok bertanya kepada Syaikh, "Apa yang kau miliki?"
Syaikh Abdul Qodir dengan jujur menjawab, "Aku memiliki 40 dinar yang dijahit oleh ibuku di bawah ketiak bajuku."
Para perampok terkejut mendengar kejujuran Syaikh, dan membawa beliau kepada kepala perampok. Setelah melihat kebenaran dari pernyataan Syaikh, kepala perampok menangis dan berkata, "Dalam keadaan seperti ini kau masih mampu menepati janji kepada ibumu, sementara kami terus melanggar perintah Allah."
Akhirnya, kepala perampok beserta seluruh anak buahnya bertaubat dan mengembalikan semua hasil rampokannya kepada kafilah tersebut. Baca: Manaqib 02: Perjalanan Intelektual Syaikh Abdul Qodir Hingga Bertemu Nabi Khidzir.
Pertemuan Syaikh Abdul Qodir dengan Ulama Baghdad
Dalam kitab Bahjatul Asrar, dikisahkan bahwa pada suatu hari, Syaikh Abdul Qodir melihat Rasulullah Saw datang menjelang waktu Dzuhur. Rasulullah Saw bersabda, "Wahai anakku, mengapa kamu tidak segera memberikan pengajian kepada para jama'ah?"
Syaikh menjawab, "Ya Rasulullah, bagaimana saya bisa memberikan pengajian kepada para ulama Baghdad yang sangat fasih berbahasa Arab, sementara saya hanya orang 'ajam (non-Arab)?"
Rasulullah Saw kemudian menyuruh Syaikh untuk membuka mulutnya. Setelah Syaikh membuka mulutnya, Rasulullah Saw meludahi mulutnya tujuh kali dan bersabda, "Mulai sekarang, ajaklah mereka menuju Tuhanmu dengan hikmah dan kebijaksanaan. Berikanlah nasihat dengan tutur kata yang baik." Setelah itu, Rasulullah Saw menghilang dari pandangannya.
Ketika waktu Dzuhur tiba, Syaikh Abdul Qodir memulai pengajian. Meskipun awalnya merasa gugup dan tidak bisa berbicara, Sayyidina Ali ra. kemudian muncul dan meludah ke dalam mulut Syaikh enam kali.
Ketika Syaikh bertanya mengapa hanya enam kali (bukan tujuh kali), Sayyidina Ali menjawab bahwa ia menghormati Rasulullah Saw yang lebih tinggi kedudukannya. Setelah itu, Syaikh Abdul Qodir mulai merasa tenang dan memberikan nasihat kepada jama'ah yang hadir.
Syaikh memulai dengan kalimat:
غواص الفكر يغوص في بحر القلب على درر المعارف فاستخرجها إلى ساحل الصدر فينادي عليها سمسار الترجمان اللسان وتشتري بنفائس حسن الطاعة في بيوت أذن الله أن ترفع.
Terjemah:
"Pikiranku adalah penyelam yang menyelam ke dasar lautan hati untuk mencari mutiara ma'rifat. Setelah kutemukan, aku membawanya ke permukaan pantai dada, lalu para penerjemah menawarkan mutiara tersebut, dan mereka membelinya dengan ketaatan yang baik di rumah-rumah yang telah diizinkan Allah."
Firman Allah Swt:
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
Terjemah:
"Di rumah-rumah yang telah Allah izinkan untuk dimuliakan, yang di dalamnya disebut nama-Nya dan bertasbih kepada-Nya pada waktu pagi dan petang." (QS. An-Nur: 36).
Demikian salah satu kisah manaqib yang masyhur dari Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani. Manaqib ke-4 selanjutnya: Manaqib 04: Karomah Nama Syaikh Abdul Qadir yang Tidak Dikehendaki [dutaislam.or.id/ab]