![]() |
KH. Dahlan Salim Zarkasyi. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - KH. Dahlan Salim Zarkasyi, tokoh penting dalam pendidikan Al-Qur'an di Indonesia, lahir di Semarang pada 28 Agustus 1928 dari pasangan Salim Zarkasyi dan Siti Rehana. Masa kecilnya dihabiskan dengan bermain kelereng, layang-layang, dan menggembala kambing, kegiatan khas anak-anak pada umumnya.
Terlahir dari keluarga yang sederhana—ayahnya seorang tukang cukur dan ibunya bekerja sebagai pencuci pakaian—membentuk karakter Dahlan menjadi seorang yang pekerja keras, ulet, dan sabar.
Pada usia tujuh tahun, Dahlan dan keluarganya pindah ke Yogyakarta dengan harapan memperbaiki kehidupan. Di sana, ia bersekolah di Sekolah Rakyat (SR) di Suryodinatan. Masa remaja Dahlan diwarnai oleh berbagai macam pekerjaan, mulai dari berdagang asongan hingga membuat bunga kertas di Surabaya. Hidup yang penuh perjuangan ini membuat Dahlan merasa jenuh dan mencari makna lebih dalam hidupnya.
Pencarian tersebut membawanya ke pesantren Kauman, tempat ia mulai mendalami ilmu agama, termasuk belajar Tafsir Jalalian, Fathul Mu'in, dan tasawuf. Pertemuannya dengan KH. Asrar di pesantren inilah yang menjadi inspirasi bagi Dahlan dalam mengembangkan metode pengajaran Al-Qur'an yang kelak dikenal sebagai Qiroati.
Ada sebuah cerita menarik tentang Mbah Sholeh Darat, seorang ulama besar dari Semarang, yang pernah berkata bahwa akan ada seseorang di Semarang yang bukan ahli Al-Qur'an namun mampu menyelamatkan pendidikan Al-Qur'an. Banyak yang menduga ramalan ini merujuk pada KH. Dahlan Salim Zarkasyi, yang pada masanya lebih dikenal sebagai pedagang di pasar Johar daripada seorang ahli Al-Qur'an. Namun, pada akhir tahun 1980-an, Dahlan mulai dikenal sebagai guru ngaji anak-anak, terutama setelah muncul berita bahwa santrinya yang masih kecil berhasil mengkhatamkan Al-Qur'an.
Penyusunan Metode Qiro'ati
Metode Qiroati lahir dari pengalaman KH. Dahlan Salim Zarkasyi dalam mengajar anak-anak mengaji. Pada tahun 1963, ia mulai menyusun metode ini setelah menyadari bahwa banyak anak-anak yang kesulitan dalam belajar Al-Qur'an menggunakan metode yang ada saat itu, seperti metode Baghdadiyah. Ia melihat bahwa meskipun anak-anak hafal huruf hijaiyah, mereka tidak benar-benar mengenal huruf-huruf tersebut, bahkan setelah berhari-hari belajar.
Berdasarkan pengamatannya di musholla dan majelis tadarus Al-Qur'an, Dahlan merumuskan metode baru yang lebih efektif untuk anak-anak. Ia menghilangkan konsep mengeja huruf hijaiyah dan langsung mengajarkan huruf dengan harokat (tanda baca). Misalnya, anak-anak diajarkan langsung membaca "a" pada huruf alif tanpa harus mengeja "alif fathah a". Setelah menguasai fathah, mereka dilanjutkan ke harokat kasroh dan dhommah, tetap tanpa mengeja.
Buku metode Qiroati yang ia susun terdiri dari sepuluh jilid dan selesai pada tahun 1968. Buku ini pertama kali dicetak menggunakan sistem sablon dan dipakai dalam pengajaran membaca Al-Qur'an, meskipun pada awalnya belum memiliki nama tetap. Nama "Qiroati" diberikan oleh Ustadz Achmad Djunaidi dan Ustadz Syukri Taufiq, yang berarti "bacaanku", merujuk pada bacaan Al-Qur'an yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
Metode Qiroati mendapat pengakuan resmi setelah ditashih oleh KH. Arwani Al Hafidz, seorang ulama besar hafidz Al-Qur'an. Dengan disaksikan oleh tokoh-tokoh penting lainnya, termasuk H. Dja’far dan KH. Sya’roni, metode ini mendapat restu untuk digunakan oleh para guru ngaji dalam mengajarkan Al-Qur'an.
Warisan KH. Dahlan Salim Zarkasyi
Selama hidupnya, KH. Dahlan Salim Zarkasyi memimpin Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) Raudlotul Mujawwidin. Meskipun dikenal sebagai guru ngaji, beliau tidak menonjolkan diri sebagai ahli Al-Qur'an, lebih memilih untuk dikenal sebagai seorang pedagang sederhana.
KH. Dahlan Salim Zarkasyi wafat pada 20 Januari 2001 di Semarang, meninggalkan tiga wasiat kepada para guru ngaji: pertama, rajin melaksanakan tahajud; kedua, selalu tadarus Al-Qur'an; dan ketiga, mengajar dengan ikhlas.
Metode Qiroati yang dikembangkan oleh KH. Dahlan Salim Zarkasyi telah membantu ribuan anak-anak di Indonesia dalam belajar membaca Al-Qur'an dengan benar. Metode ini menjadi salah satu kontribusi besar dalam memperkaya khazanah pendidikan Al-Qur'an di Indonesia, dan warisannya terus hidup melalui para guru dan santri yang terus menggunakan metode ini dalam mengajar. [dutaislam.or.id/ab]