Salah satu peninggalan Mbah Shiddiq. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - KH. Muhammad Siddiq, yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai Siddiq atau Mbah Shiddiq, lahir pada tahun 1854 di Padukuhan Punjulsari, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Beliau adalah seorang muballigh besar yang memiliki peran penting dalam menyebarkan Islam di Kabupaten Jember. Berkat dakwah beliau dan para murid-muridnya, Jember berkembang menjadi daerah yang sangat islami. Hal ini terbukti dengan keberadaan lebih dari 3.000 masjid, 750 pesantren, dan 1.000 lembaga pendidikan Islam lainnya di Jember.
Kiai Siddiq wafat di Jember pada hari Ahad Pahing, pukul 17.45 tanggal 2 Ramadhan 1353 H atau 9 Desember 1934 M, dalam usia 80 tahun. Beliau dimakamkan di Turbah, Jalan Gajah Mada, Condro, Jember.
Kiai Siddiq adalah putra dari KH. Abdullah, yang wafat dan dimakamkan di Laut Merah saat menunaikan ibadah haji. Ayahnya adalah putra KH. Sholeh (alias Raden Pangeran Asri), bin KH. Muhammad Adzro'i (alias Raden Barda'i), bin KH. Yusuf (alias Raden Yusuf yang dimakamkan di Puladak, Lasem), bin Sayyid Abdurrahman (alias Mbah Sambu, yang dimakamkan di Masjid Jami' Lasem). Melalui garis keturunan ini, nasab Kiai Siddiq bersambung langsung kepada Rasulullah Saw.
Dari sisi ibunya, Nyai Siti Aminah, Kiai Siddiq adalah cucu dari Abdul Karim, bin Penghulu Purwodadi, bin Demang Sahid Imam (Kasruhan), bin Waliyullah Achmad (Lasem), bin KH. Ahmad Sholeh (Pati), bin Sayyid Abdurrahman alias Mbah Sambu. Dengan demikian, Kiai Siddiq memiliki nasab mulia ke Mbah Sambu dari kedua sisi orang tuanya.
Kiai Siddiq memiliki beberapa saudara, salah satunya adalah KH. Muhammad Arif, yang dimakamkan di Sedan, Kabupaten Rembang. Keturunan Mbah Arif banyak yang menetap di Sedan, termasuk KH. Usman dari Canga’an Genteng, Banyuwangi.
Riwayat Pendidikan
Dalam perjalanannya menuntut ilmu, Kiai Siddiq belajar kepada beberapa ulama besar, di antaranya adalah KH. Abdul Aziz (Lasem, Rembang), KH. Sholeh (Langitan, Tuban), KH. Sholeh Darat (Semarang), KH. Cholil (Bangkalan), KH. Ya’qub (Panji, Sidoarjo), dan KH. Abdurrahim (Sepanjang, Sidoarjo).
Setelah menuntut ilmu dari berbagai ulama, Kiai Siddiq mendirikan pesantren sebagai wujud pengabdian ilmunya kepada masyarakat. Awalnya, pesantren tersebut didirikan di Lasem, namun sekitar tahun 1920-an, beliau hijrah ke Jember dan mendirikan Pesantren di Kampung Talangsari. Pesantren ini kemudian dikenal sebagai Pesantren Ash-Shiddiqi Putra (PPI ASHTRA), yang berlokasi di Jalan KH. Shiddiq No. 201, Jember, Jawa Timur.
Melalui pesantren tersebut, Kiai Siddiq memulai dakwahnya di Jember dan membentuk para kader muballigh yang tersebar di berbagai wilayah. Beliau dan para santrinya juga mendirikan banyak masjid, termasuk Masjid Jami' Baitul Amin di pusat kota Jember, Masjid Sumbersari, Masjid Sunan Nur Talangsari, Masjid Angasan Mumbulsari, Masjid Klompangan Ajung, dan Masjid Patang, serta masjid-masjid lainnya.
Para santri dan keturunan Kiai Siddiq kemudian menjadi kiai dan muballigh yang berperan besar dalam menyebarkan ajaran Islam, tidak hanya di Jember, tetapi juga di daerah lain seperti Pasuruan, Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo, Gresik, Rembang, Jepara, dan Madura.
Melalui pengkaderan santri dan pendirian masjid-masjid ini, Kiai Siddiq berhasil menjadikan Jember sebagai pusat dakwah Islam yang berkembang pesat.
Akhlak Kiai Siddiq yang saleh, tawadu’, dan penuh muru’ah menjadi teladan bagi para ulama dan tokoh masyarakat generasi berikutnya. Warisan dakwahnya terus hidup, memberikan pengaruh besar bagi perkembangan Islam di Indonesia hingga kini. [dutaislam.or.id/ab]