![]() |
Ilustrasi bencana kekeringan. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Kekeringan bukanlah sekadar fenomena alam yang dapat kita anggap biasa terjadi di musim kemarau. Dalam perspektif Islam, kekeringan memiliki dimensi lebih mendalam yang tidak hanya terkait dengan hilangnya air atau hasil bumi, melainkan juga tanda-tanda akhir zaman.
Hadist Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah mengajarkan bahwa kekeringan sejati bukan hanya tentang hujan yang tidak turun, melainkan hujan yang turun tetapi tidak menghasilkan apa-apa di bumi. Rasulullah Saw bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال : ليست السّنة بأن لا تُمطَروا ولكن السّنة أن تُمطروا وتُمطروا ولا تُنبت الأرض شيئا – رواه مسلم
Terjemah:
"Diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah r.a., bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Bukanlah kemarau yang sesungguhnya (al-sanah) adalah bahwa kalian tidak diberi hujan, melainkan kemarau yang sesungguhnya adalah kalian diberi hujan, kemudian lagi-lagi diberi hujan, tetapi tidak tumbuh apapun di bumi'" (HR. Muslim).
Hadist ini secara jelas menggarisbawahi bahwa tanda akhir zaman akan melibatkan bencana ekologis yang parah. Bukan hanya ketidakmampuan bumi untuk menumbuhkan tanaman meskipun mendapatkan air dari langit, tetapi juga adanya krisis yang mendalam dalam siklus alam dan keseimbangan ekologis. Hadist ini dimasukkan oleh Imam Muslim dalam bab “tanda-tanda kiamat dan fitnah” dalam kitab Shahih Muslim, menegaskan bahwa peristiwa ini adalah salah satu tanda dari akhir zaman yang akan melanda umat manusia.
Dalam konteks akhir zaman, salah satu tanda yang paling jelas adalah kemunculan Dajjal. Sebelum itu, dunia akan mengalami masa tiga tahun kekeringan yang luar biasa. Rasulullah Saw bersabda:
عن أبي أمامة أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال “إن قبل خروج الدجال ثلاث سنوات شداد، يصيب الناس فيها جوع شديد، يأمر الله السماء في السنة الأولى أن تحبس ثلث مطرها، ويأمر الأرض أن تحبس ثلث نباتها، ثم يأمر السماء في السنة الثانية فتحبس ثلثي مطرها، ويأمر الأرض فتحبس ثلثي نباتها، ثم يأمر السماء في السنة الثالثة فتحبس مطرها كله، فلا تقطر قطرة، ويأمر الأرض فتحبس نباتها كله، فلا تنبت خضراء، فلا يبقى ذات ظلف إلا هلكت؛ إلا ما شاء الله ، قيل: فما يعيش الناس في ذلك الزمان؟ قال: التهليل والتكبير، والتحميد، ويجزئ ذلك عليهم مجزأة الطعام
Terjemah:
"Sesungguhnya sebelum keluarnya Dajjal adalah tempo waktu tiga tahun yang sangat sulit, pada waktu itu manusia akan di timpa oleh kelaparan yang sangat. Allah memerintahkan kepada langit pada tahun pertamanya untuk menahan 1/3 dari hujannya dan memerintahkan kepada bumi untuk menahan 1/3 dari tanamannya. Kemudian Allah memerintahkan kepada langit pada tahun kedua agar menahan 2/3 dari hujannya dan memerintahkan bumi untuk menahan 2/3 dari tanamannya. Kemudian pada tahun ketiga Allah memerintahkan kepada langit untuk menahan semua air hujannya, sehingga ia tidak meneteskan setitik airpun dan memerintahkan bumi agar menahan seluruh tanamannya, maka setelah itu tidak tumbuh satu tanaman hijau pun dan semua binatang berkuku akan mati kecuali yang tidak di kehendaki Allah. Para Sahabat bertanya: "Dengan apa manusia akan hidup pada masa itu?" Beliau menjawab: "Tahlil, Takbir, Tasbih dan Tahmid akan sama artinya bagi mereka dengan makanan". (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim. Lihat Ash-Shahihah).
Hadist ini menjelaskan bahwa kemarau pada akhir zaman akan disertai kelaparan parah yang tak tertahankan, dengan bumi benar-benar tandus dan hewan-hewan pun akan mati. Saat itu, manusia akan bergantung pada ibadah kepada Allah sebagai pengganti makanan fisik. Ini adalah puncak dari krisis ekologis yang ekstrem.
Namun, apakah kekeringan ini semata-mata merupakan fenomena alam yang tak terhindarkan? Para ahli lingkungan berpendapat bahwa kekeringan terjadi karena dua faktor: alamiah dan sosial. Faktor alamiah jelas melibatkan perubahan iklim dan ketidakseimbangan dalam siklus air. Namun, faktor sosial seperti eksploitasi sumber daya alam tanpa perencanaan yang baik dan kerusakan lingkungan turut mempercepat dan memperburuk dampak kekeringan.
Beberapa faktor sosial yang memicu kekeringan, di antaranya:
- Minimnya resapan air karena minimnya pohon dan rusaknya areal hijau akibat eksploitasi. Penggundulan hutan dan hilangnya daerah resapan air mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air hujan, yang pada akhirnya menyebabkan tanah menjadi tandus.
- Penggunaan air yang berlebihan untuk kepentingan industri dan privatisasi sumber daya air. Contohnya, industri Panas Bumi (Geothermal) memerlukan jutaan liter air untuk proses fracking yang berdampak pada berkurangnya cadangan air tanah.
- Kerusakan sumber-sumber air, seperti sumur dan bentang karst, akibat eksploitasi untuk penambangan. Eksploitasi gunung kapur untuk bahan baku semen mengganggu sirkulasi air, yang akhirnya memperparah kekeringan.
Rasulullah Saw telah memberikan peringatan bahwa bencana kekeringan bukan hanya soal hujan yang sedikit, melainkan tanah yang tidak lagi dapat menumbuhkan tanaman. Ini bisa terjadi karena eksploitasi yang merusak kesuburan tanah.
Salah satu faktor penyebab lain adalah penggunaan pupuk kimiawi secara berlebihan, yang merusak kualitas tanah dalam jangka panjang. Pengalaman Indonesia dengan Revolusi Hijau pada era Soeharto menunjukkan bagaimana ketergantungan pada pupuk kimiawi mengakibatkan kerusakan tanah dan menurunkan produktivitas lahan pertanian. Kini, petani mulai beralih ke pupuk organik sebagai solusi untuk memperbaiki kondisi tanah.
Islam mengajarkan bahwa air hujan adalah rahmat dari Allah, dan umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan shalat istisqa’ ketika terjadi kekeringan. Namun, di zaman ketika krisis ekologis mencapai puncaknya, air hujan saja tidak cukup untuk mengatasi masalah. Bahkan, hujan dapat menjadi bencana jika bumi tidak siap untuk menampungnya.
Eksploitasi alam yang berlebihan oleh manusia, terutama oleh para penguasa yang memberikan izin kepada industri untuk merusak sumber daya alam, turut mempercepat datangnya bencana. Penguasa yang mendukung eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang adalah bagian dari masalah, bukan solusi.
Di akhir zaman, kekeringan bukan sekadar fenomena fisik, tetapi juga simbol dari rusaknya hubungan manusia dengan alam dan penciptanya. Islam mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan menjalankan amanah sebagai khalifah di bumi. [dutaislam.or.id/ab]