Ilustrasi perang Khaibar 7 H. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Kisah Amir bin Al-Akwa' dalam Perang Khaibar merupakan salah satu kisah heroik dan penuh keteladanan dari seorang sahabat yang sangat mencintai Islam dan Rasulullah Saw.
Amir bin Al-Akwa' adalah sosok yang dikenal dengan kepiawaiannya dalam bersyair dan kehebatannya dalam berperang. Meskipun kisah hidupnya berakhir dengan syahid di Perang Khaibar, keberanian dan semangatnya dalam membela Islam akan terus dikenang oleh umat Muslim.
Amir bin Al-Akwa', yang nama lengkapnya adalah Amir bin Al-Akwa’ Al-Aslami, adalah saudara dari Abu Salamah bin Al-Akwa’. Keduanya berasal dari Bani Aslam, sebuah suku yang memiliki banyak sahabat-sahabat Nabi yang setia kepada Islam.
Amir dikenal sebagai seorang yang sangat ahli dalam memanah, berlari, dan memiliki kecerdasan dalam perang. Namun, salah satu keahliannya yang paling menonjol adalah kemampuannya dalam bersyair, terutama dalam mendorong semangat para prajurit Muslim di medan perang Khaibar yang terjadi pada tahun ke-7 Hijriah.
Khaibar adalah wilayah yang kuat dengan benteng-benteng yang kokoh, dan menjadi tempat berkumpulnya musuh-musuh Islam yang sering kali mengadakan persekongkolan dengan suku-suku Quraisy dan lainnya untuk menyerang umat Islam di Madinah.
Pasukan Muslim yang dipimpin oleh Nabi Saw bergerak menuju Khaibar dengan semangat yang tinggi. Di antara para prajurit yang ikut dalam perang tersebut adalah Amir bin Al-Akwa’, yang juga membawa saudaranya, Abu Salamah, untuk ikut serta dalam pertempuran.
Selama perjalanan menuju Khaibar, Amir bin Al-Akwa’ memainkan peran penting dalam menghidupkan semangat para prajurit Muslim melalui syair-syair yang ia lantunkan.
Saat pasukan Muslim berbaris, Amir menyanyikan syair-syair yang penuh semangat, menggugah semangat jihad di hati para prajurit. Ia menggunakan bakatnya dalam bersyair untuk menginspirasi dan mendorong pasukan Muslim agar tetap bersemangat menghadapi musuh yang kuat.
Di tengah perjalanan, Amir bin Al-Akwa' melantunkan sebuah syair yang terkenal, yang isinya adalah:
اللَّهُمَّ لَوْلاَ أَنْتَ مَا اهْتَدَيْنَا - وَلاَ تَصَدَّقْنَا وَلاَ صَلَّيْنَا
فَاغْفِرْ فِدَاءً لَكَ مَا ابْتَغَيْنَا - وَثَبِّتِ الأَقْدَامَ إِنْ لاَقَيْنَا
وَأَلْقِيَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا - إِنَّ الأُعْدَاءَ قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا
إِذَا أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا
Terjemah:
"Ya Allah, jika bukan karena-Mu, kami tidak akan mendapatkan petunjuk, Kami tidak akan bisa bersedekah, dan kami pun tidak akan bisa shalat, Maka, ampunilah dosa kami, sebagai pengorbanan untuk-Mu, Kokohkanlah kaki kami jika kami bertemu dengan musuh, Berikanlah ketenangan kepada kami, Sesungguhnya musuh telah memusuhi kami, Jika mereka ingin memfitnah (menyerang) kami, kami pasti akan menolak."
Syair ini mengandung doa dan pengharapan kepada Allah agar meneguhkan hati dan langkah para prajurit Muslim di medan perang, serta memohon ampunan dan rahmat-Nya. Syair ini begitu menggugah hati pasukan Muslim sehingga semangat mereka semakin menggelora untuk menghadapi musuh.
Mendengar syair yang dilantunkan oleh Amir, Rasulullah Saw pun mengakui keindahan dan kekuatan syair tersebut. Nabi Saw bahkan mendoakan kebaikan untuk Amir, yang semakin meningkatkan semangat juangnya.
Kesalahpahaman dalam Syair
Namun, ketika Amir melantunkan syairnya, ada satu bagian dari syair tersebut yang dipahami secara berbeda oleh sebagian sahabat. Di akhir baitnya, Amir berkata, "Ya Allah, ampunilah kami, sebagai pengorbanan untuk-Mu."
Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Saw apakah hal itu berarti Amir ingin mati syahid dalam pertempuran, dan Nabi Saw menjawab bahwa Amir akan mendapatkan syahidnya. Namun, Nabi Saw juga mengatakan bahwa Amir adalah orang yang akan terus hidup mulia di sisi Allah.
Ketika pertempuran di Khaibar dimulai, pasukan Muslim menghadapi perlawanan sengit dari musuh. Benteng-benteng Yahudi di Khaibar sangat kuat dan dilindungi dengan baik. Amir bin Al-Akwa’ adalah salah satu prajurit yang bertempur dengan penuh keberanian dan keteguhan.
Dalam pertempuran tersebut, Amir memperlihatkan keahliannya dalam memanah dan keterampilan perang lainnya. Ia melawan musuh dengan gigih, bahkan terus berada di garis depan. Namun, dalam sebuah insiden yang tidak terduga, Amir mengalami kecelakaan dengan pedangnya sendiri.
Dikisahkan bahwa ketika Amir sedang menyerang salah satu musuh, ia tidak sengaja melukai dirinya sendiri dengan pedangnya. Pedang itu melukai bagian tubuhnya dan menyebabkan Amir bin Al-Akwa’ syahid di medan perang Khaibar.
Setelah Amir wafat, beberapa sahabat merasa cemas dan khawatir tentang nasib Amir karena ia meninggal akibat kecelakaan yang tidak disengaja dengan senjatanya sendiri. Mereka merasa khawatir apakah kematiannya dianggap sebagai syahid atau tidak.
Jaminan Syahid dari Rasulullah Saw Kepada Amir bin Akwa'
Setelah mendengar tentang kematian Amir, para sahabat mengajukan pertanyaan kepada Nabi Muhammad Saw. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, apakah Amir mendapat syahid, meskipun dia mati karena pedangnya sendiri?"
Rasulullah Saw, dengan penuh kebijaksanaan, menjawab bahwa Amir bin Al-Akwa’ termasuk orang-orang yang mati syahid. Beliau menegaskan bahwa Amir telah berjuang dengan ikhlas di jalan Allah dan kematiannya di medan perang adalah kematian yang mulia sebagai seorang syahid.
Nabi Muhammad Saw bersabda:
إِنَّهُ لَجَاهِدٌ مُجَاهِدٌ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ
Terjemah:
"Sesungguhnya dia adalah seorang mujahid yang berjuang di jalan Allah."
Kisah Amir bin Al-Akwa' yang bersyair di Perang Khaibar dan akhirnya meraih syahid adalah kisah yang penuh dengan pelajaran tentang keberanian, ketulusan niat, dan perjuangan di jalan Allah.
Dia adalah contoh dari seorang Muslim yang gigih dan bersemangat dalam membela agama, meskipun harus menghadapi ujian yang berat. Syair-syairnya yang penuh doa dan harapan kepada Allah masih dikenang hingga kini sebagai inspirasi bagi kaum Muslimin untuk terus berjuang di jalan kebenaran. [dutaislam.or.id/ai/ab]