Iklan

Iklan

,

Iklan

Kisah dan Manaqib Syaikh Aminullah Datu Bagul Martapura

Duta Islam #05
20 Okt 2024, 18:41 WIB Ter-Updated 2024-10-20T11:41:03Z
Download Ngaji Gus Baha
kisah dan jejak cerita datu bagul martapura syaikh aminullah
Makam Datu Bagul Martapura. Foto: istimewa.


Dutaislam.or.id - Tidak banyak riwayat yang dapat kita gali dari seorang waliyullah bernama Syaikh Aminullah atau lebih dikenal sebagai Datu Bagul. Berdasarkan cerita dari Paman Fauzan, penjaga makam Datu Bagul di Desa Tungkaran, Martapura, beliau wafat sekitar 297 tahun yang lalu, lebih dulu dibandingkan dengan Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjary atau Datu Kalampayan, yang wafat sekitar 200an tahun lalu.


Jika dihitung, diperkirakan Datu Bagul wafat pada tahun 1726 M. Wallahu a'lam. Menurut Paman Fauzan, Datu Bagul adalah orang pertama yang mendiami kawasan Tungkaran, yang dulu masih berupa hutan dan tanah tinggi, jauh dari ancaman banjir seperti daerah sekitarnya di pinggiran Sungai Martapura, seperti Tunggul Irang, Pingaran, Astambul, dan Dalam Pagar.


Cerita dari Guru Sekumpul (Syaikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani), mengatakan bahwa nama asli Datu Bagul adalah Syaikh Aminullah, yang berasal dari Persia. Guru Sekumpul mengetahui nama aslinya ketika beliau sering melakukan khalwat (meditasi spiritual) di makam Datu Bagul puluhan tahun lalu. Menurut kisah, Datu Bagul sendiri yang memberi tahu nama aslinya kepada Guru Sekumpul, yang saat itu melalui kasyaf dapat bertemu dengan Syaikh Aminullah sebagai sesama waliyullah.


Guru Sekumpul juga menyebut bahwa Datu Bagul adalah keturunan Rasulullah Saw melalui Sayyidah Fatimah, putri Rasulullah Saw, yang menikah dengan Sayyidina Ali ra. Menurut beliau, Datu Bagul adalah seorang yang sangat alim, meskipun kisah tentangnya tidak banyak diceritakan. Nama Datu Bagul hanya sebuah gelar yang diberikan oleh penduduk setempat, sedangkan nama aslinya adalah Syaikh Aminullah.


Paman Fauzan melanjutkan kisah bahwa Syaikh Aminullah diperintahkan oleh Rasulullah Saw untuk hijrah dari Persia ke Tanah Banjar, yang saat itu berada di bawah Kesultanan Banjar. Beliau datang untuk menyebarkan agama Islam, menggunakan kapal besar yang juga membawa barang dagangannya. Selain berdagang, beliau mengajarkan agama Islam kepada penduduk Banjar.


Suatu ketika, Syaikh Aminullah memutuskan untuk berkhalwat di tengah hutan dan kapal dagangnya disandarkan di tepi bukit. Konon, di belakang makam tersebut dahulu ada sebuah danau luas dan dalam, yang memungkinkan kapal masuk dari arah Sungai Martapura. Seiring berjalannya waktu, kapal itu tenggelam, namun cerita tentang khazanah di dalam bumi, seperti intan dan emas, masih menjadi misteri. Para ulama kasyaf percaya bahwa khazanah itu suatu saat akan muncul ke permukaan.


Menurut kisah para tetua, intan akan muncul dari dalam tanah seperti batu kerikil, namun di masa itu intan sudah tidak berharga lagi karena semua orang akan menjadi kaya. Meskipun begitu, ada beberapa orang yang mengikuti petunjuk Datu Bagul dan berhasil menemukan beberapa butir intan di sekitar makam.


Sebelum tahun 1975, perjalanan ke Tungkaran hanya bisa dilakukan dengan jukung (perahu), terutama bagi warga Pekauman, Dalam Pagar, Kampung Kramat, dan Keraton. Baru setelah adanya program ABRI Masuk Desa, jalan rintisan mulai dibangun. Dahulu, Guru Sekumpul sering berburu burung di kawasan ini dan menggunakan perahu untuk mencapai Tungkaran, yang dulu dikenal dengan nama Karang Tengah.


Setelah sekian lama berkhalwat di tengah hutan, Datu Bagul wafat dan dimakamkan di halaman pondokannya sendiri, di tempat yang dahulu dikenal dengan nama Murung Binjai atau Murung Nangka. Beliau tidak memiliki istri maupun anak.


Paman Fauzan dipercaya menjaga makam ini oleh Julak Kasim, yang dikenal dekat dengan Guru Sekumpul. Sekitar tahun 1980-an, Guru Sekumpul membangun kubah di atas makam, sementara mushalla di dekat makam dibangun oleh Haji Harun, seorang saudagar asal Pesayangan, Martapura.


Haji Harun sempat khawatir mushalla yang dibangunnya akan mubazir karena letaknya yang jauh dari pemukiman penduduk. Namun, setelah meminta pendapat Guru Sekumpul, beliau berkata, "Sebelum atap mushalla itu terpasang, aku sudah shalat di sana."


Pada tahun 2005, jalan menuju makam yang sebelumnya masih jalan setapak dan berbatu, diperbaiki setelah Rudy Arifin, Bupati Banjar saat itu, bernazar di hadapan Guru Sekumpul untuk memperbaiki jalan jika terpilih sebagai Gubernur Kalsel. Setelah terpilih, jalan menuju makam pun diperbaiki, dan pada periode keduanya, Rudy Ariffin membangun kubah yang megah di atas makam Datu Bagul.


Paman Fauzan menutup kisahnya dengan mengatakan bahwa keberkahan para waliyullah tidak hanya untuk urusan akhirat, tetapi juga dunia. Mereka adalah hamba yang dekat dengan Rasulullah Saw dan Allah Swt, dan meskipun telah wafat di dunia, hakikatnya mereka masih hidup di alam lain dan terus mendapat limpahan rezeki dari Allah. [dutaislam.or.id/ab]

Iklan