![]() |
Ilustrasi Pangeran Jayakarta. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Selama ini kita mengenal Pangeran Jayakarta sebagai penguasa wilayah pelabuhan Sunda Kelapa, yang kemudian menjadi Jakarta. Pemerintah Daerah DKI Jakarta merujuk pada nama Syaikh Achmad Djakerta sebagai sosok Pangeran Jayakarta, yang dikaitkan sebagai keturunan dari Banten melalui Tubagus Angke. Namun, sebenarnya Pangeran Jayakarta yang pertama adalah utusan Kesultanan Demak, yang bersama dengan Fatahillah (Syarif Hidayatullah) menyerbu Portugis di Sunda Kelapa.
Pada masa itu, Fatahillah, yang juga seorang senopati Demak, berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Setelah keberhasilan tersebut, Sultan Fatah dari Demak meminta Fatahillah untuk menduduki Banten sebagai adipati. Posisi ini kemudian diteruskan oleh putra Fatahillah, yang kemudian dikenal sebagai Sultan Hasanuddin, sultan Banten yang pertama.
Sementara itu, Pangeran Jayakarta tidak memilih untuk memimpin pemerintahan secara formal. Beliau lebih fokus pada dakwah dan menjaga keamanan pelabuhan Sunda Kelapa. Tugas ini penting untuk menjaga stabilitas perekonomian antara Demak, Banten, dan Pajajaran, wilayah-wilayah yang waktu itu saling terkait dalam aktivitas perdagangan.
Pangeran Jayakarta dikenal sebagai pemimpin yang linuwih (berbakat luar biasa) dalam berbagai aspek, terutama pemerintahan dan keprajuritan. Banyak pejabat dan putra raja dari Pajajaran dan sekitarnya yang belajar kepemimpinan serta taktik militer dari beliau.
Karena pengaruh dan kharismanya, banyak pangeran Banten yang ditugaskan di Sunda Kelapa menggunakan gelar "Pangeran Jayakarta" sebagai bentuk penghormatan. Namun, sejarah tidak mencatat secara pasti akhir dari kehidupan Pangeran Jayakarta ini.
Dikisahkan bahwa beliau sering berpindah-pindah tempat dalam dakwahnya dan kerap menggunakan kemampuan spiritual yang disebut alih rupo atau kemampuan menyamar. Hanya petilasan-petilasan yang tersisa di wilayah Jakarta yang menjadi jejak keberadaan beliau, sehingga memunculkan berbagai mitos dan kontroversi tentang sosoknya.
Sementara itu, Pangeran Jayakarta yang dimakamkan di Jatinegara Kaum adalah Syaikh Achmad Djakerta bin Tubagus Angke, yang dikenal sebagai Pangeran Jayakarta ke-3. Syaikh Achmad Djakerta hidup pada masa VOC, berbeda dengan Pangeran Jayakarta pada masa Demak. Kedua sosok ini sering kali terjalin dalam mitos dan kisah-kisah rakyat, meskipun mereka berasal dari zaman yang berbeda.
Yang pasti, gelar "Pangeran Jayakarta" pertama kali diberikan oleh Sultan Fatah sebagai penghargaan atas keberhasilan dalam memenangkan perang melawan Portugis dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat Sunda Kelapa. Hingga kini, nama Pangeran Jayakarta tetap dikenang, meski banyak perdebatan dan legenda yang melingkupinya.
Begitulah karomah dan kontroversi yang melekat pada Pangeran Jayakarta, nama besar yang telah dikenal jauh sebelum zaman Syaikh Achmad Djakerta. [dutaislam.or.id/ab]