![]() |
Kidung Wahyu Kalaseba. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Kidung merupakan salah satu bentuk seni tradisional yang menjadi bagian penting dari kekayaan budaya Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Sejak zaman dahulu, kidung bukan sekadar lantunan syair biasa, melainkan sebuah karya sastra yang erat kaitannya dengan spiritualitas dan ritual.
Sebelum masa Walisongo, kidung dilantunkan oleh orang-orang yang dianggap memiliki kekuatan spiritual khusus, atau sakti mandra guna. Mereka menggunakan kidung sebagai media komunikasi dengan Sang Hyang Taya, Tuhan yang diyakini tidak bisa digambarkan atau diserupakan dengan makhluk apapun. Kidung pada masa itu identik dengan aura sakral dan mistis, membangkitkan nuansa spiritual yang mendalam.
Ketika Walisongo mulai menyebarkan ajaran Islam di Jawa, kidung tidak serta-merta ditinggalkan. Sebaliknya, mereka tetap melestarikan kidung sebagai bagian dari budaya Jawa, tetapi diselaraskan dengan ajaran Islam. Nilai-nilai yang terkandung dalam kidung pun diperhalus agar sesuai dengan norma-norma Islam, tanpa menghilangkan esensi kesakralan dan mistisisme yang melekat dalam kidung itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa meski terjadi pergeseran keyakinan, seni tradisional seperti kidung tetap mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya.
Salah satu bukti nyata dari perpaduan kidung dengan ajaran Islam adalah munculnya lakon wayang kulit "Dewa Ruci," yang masih dipentaskan hingga kini. Lakon ini telah menjadi bagian dari budaya Jawa selama lebih dari 500 tahun dan diyakini bersumber dari Kidung Linglung yang disusun oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, salah satu tokoh Walisongo yang terkenal. Melalui perpaduan ini, kita dapat melihat bagaimana kidung tetap hidup dalam tradisi, meskipun mengalami berbagai penyesuaian seiring berjalannya waktu.
Secara terminologi, kidung bisa dimaknai sebagai doa atau sebagai perjalanan spiritual seseorang dalam mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan hidup. Bagi masyarakat Jawa, kidung bukan hanya sebuah bentuk seni, tetapi juga merupakan refleksi perjalanan hidup yang penuh dengan makna filosofis dan spiritual.
Ketika seseorang melantunkan kidung, itu berarti mereka sedang berdoa dan merenungkan perjalanan batin mereka menuju Sang Pencipta. Dalam tradisi tasawuf, kidung ini bisa dipandang sebagai sebuah ekspresi perjalanan seorang salik, atau pencari kebenaran, yang sedang mendalami jalan tasawuf atau tariqah.
Tidak mengherankan jika para ahli spiritual dan cendekiawan metafisik sering menyebut bahwa kidung memiliki ruh yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Bahasa kidung mengandung kedalaman yang hanya bisa dirasakan dan dipahami melalui pengalaman spiritual, bukan sekadar diartikan secara harfiah.
Kidung bukan hanya tentang bunyi atau lirik, tetapi lebih dari itu, kidung membawa energi spiritual yang terhubung dengan warisan leluhur. Oleh karena itu, kidung merupakan salah satu bentuk seni dan budaya Jawa yang sangat berharga dan terus dijaga keluhurannya hingga kini.
Kidung tidak hanya berbicara tentang masa lalu, tetapi juga menjadi jembatan yang menghubungkan tradisi leluhur dengan kehidupan spiritual manusia di masa kini. Warisan budaya ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana seni dapat menjadi medium yang menghubungkan manusia dengan dimensi-dimensi yang lebih tinggi dalam kehidupan.
Melalui kidung, kita dapat merasakan kebesaran nilai-nilai spiritual yang diwariskan dari generasi ke generasi, sebuah kesenian yang tak lekang oleh waktu, tetap sakral, tetap mistis, dan tetap luhur. Berikut salah satu teks syiir kidung yang dikenal sebagai Kidung Wahyu Kalasebo.
Kidung Wahyu Kolosebo
Rumekso ingsun laku nisto ngoyo woro Kelawan mekak howo, howo kang dur angkoro Senadyan setan gentayangan, tansah gawe rubeda Hinggo pupusing jaman
Terjemah:
Tuhan… Dengan seluruh kekuatan yang Engkau berikan, sesungguhnya saya akan berjuang memerangi sifat dusta yang ada dalam diri saya, dan dengan sepenuh hati saya akan membentengi diri saya dari gerakan nafsu angkara murka yang menyesatkan, meskipun setan laknat terus bergerilya membujuk anak manusia berbuat jahat sepanjang zaman.
Hameteg ingsun nyirep geni wiso murko Maper hardening ponco, saben ulesing netro Tinambaran sih kawelasan, ingkang paring kamulyan Sang Hyang Jati Pengeran
Terjemah:
Tuhan… Rupanya iblis membiuskan api-api kesesatannya di dalam jiwa dan raga saya. Saya sudah bertekad, di setiap nafas berhembus bahkan pada setiap mata berkedip, saya akan berperang dengan mereka di medan laga sehingga mereka tidak lagi memiliki kemampuan menguasai lima perkara yang ada di tubuh saya: telinga, mata, hidung, mulut, dan dua lubang di bawah perut. Dengan kasih sayang-MU, Tuhan, hujanilah jiwa dan raga saya dengan kemuliaan-MU, dan sungguh Engkaulah Tuhan Yang Maha Abadi.
Jiwanggo kalbu, samudro pepuntoning laku Tumuju dateng gusti, Dzat Kang Amurbo Dumadi Manunggaling kawulo gusti, krenteg ati bakal dumadi Mukti ingsun …tanpo piranti
Terjemah:
Ketika kesadaran jiwa setiap insan merasakan dirinya berada dalam kuasa Tuhan, sungguh ia akan memiliki kekuatan hati. Bila berdoa dikabulkan, bila meminta dipenuhi, bila berharap diwujudkan, bila berperang melawan kebatilan dimenangkan, dan ia akan merasakan kelezatan kehidupan jiwa tanpa harus melewati proses yang melelahkan. Karena sesungguhnya Tuhan Maha Berkuasa terhadap seluruh ciptaan-Nya.
Sumebyar ing sukmo madu sarining perwito Maneko warno prodo, mbangun projo sampurno Sengkolo tido mukso, kolobendu nyoto sirno Tyasing roso mardiko
Terjemah:
Tahukah kalian wahai insan yang hidup di muka bumi? Ketika jiwamu dipenuhi dengan ilmu dan kasih sayang, maka engkau akan mendapatkan berbagai cahaya kebenaran, ruh kebaikan, serta pancaran kemuliaan yang sempurna sebagai anugerah dari Tuhan-mu Yang Maha Sempurna. Maka akan lenyap kesedihan dalam dirimu, dan segala macam bentuk angkara murka akan sirna dari jiwamu. Sampai akhirnya, kamu bangkit menjadi insan yang tidak terjajah oleh nafsu yang menyesatkan. Maka, bangkitlah dengan kasih sayang Tuhan-mu.
Mugiyo den sedyo pusoko Kalimosodo Yekti dadi mustiko, sajeroning jiwo rogo Bejo mulyo waskito, digdoyo bowo leksono Byar manjing sigro-sigro
Terjemah:
Tuhan… Melalui bait-bait kidung yang saya lantunkan ini, semoga Engkau berkenan menanam keimanan yang sejati di dalam jiwaku bahwa tiada Tuhan selain Engkau Yang Maha Sejahtera. Saya memohon kepada-MU, Tuhan, anugerahkanlah kepada diriku kedudukan sebagai hamba-MU yang beruntung, memiliki banyak ilmu dan pengetahuan luas, tidak lemah, dan selalu memiliki keberanian membela kebenaran. Jadikanlah diriku berwibawa dan mampu menjadi teladan bagi sesama, sehingga siapa pun yang berada di sekelilingku segera merasakan indahnya hidup berkat kasih sayang-MU yang sangat luhur lagi agung.
Ampuh sepuh wutuh, tan keno iso paneluh Gagah bungah sumringah, ndadar ing wayah-wayah Satriyo toto sembodo, Wirotomo katon sewu kartiko Kataman wahyu ……..Kolosebo
Terjemah:
Saya tahu, seorang hamba-MU yang telah Engkau menangkan akan memiliki kekuatan utuh, bahkan segala macam pengaruh sihir jahat akan lumpuh di hadapannya. Dia begitu bijak dan mulia, wajahnya memancarkan cahaya yang mampu meredam semua unsur amarah dan kebencian. Dia akan tampil sebagai kesatria yang mengobarkan api kebenaran, terus menyerukan perdamaian tanpa henti, dan sungguh dialah sang raja pembawa kesejahteraan yang bermahkotakan kasih sayang.
Memuji ingsun kanthi suwito linuhung Segoro gando arum, suh rep dupo kumelun Tinulah niat ingsun, hangidung sabdo kang luhur Titahing Sang Hyang Agung
Terjemah:
Wahai Tuhan Yang Maha Luhur, saya adalah hamba-MU yang lemah. Saya datang bersimpuh di hadapan-MU, memohon dengan jeritan hati terdalam. Tenggelamkanlah saya, wahai Tuhan, dalam samudra kemenangan-MU, dan bangkitkanlah saya kembali ke permukaan bumi setelah tubuh dan jiwa ini Engkau lengkapi dengan berbagai cahaya kemenangan-MU. Dengan demikian, saya memiliki kekuatan untuk mengibarkan panji-panji kemenangan-MU di seluruh penjuru bumi. Dan, sungguh jika itu terlaksana, semata-mata hanyalah Engkau yang menghendakinya, karena hanya Engkau-lah Tuhan Yang Maha Bijaksana.
Rembesing tresno, tondo luhing netro roso Roso rasaning ati, kadyo tirto kang suci Kawistoro jopo montro, kondang dadi pepadang Palilahing Sang Hyang Wenang
Terjemah:
Wahai insan se-jagad raya, ketahuilah bahwa cinta akan selalu melahirkan air mata, air mata yang membentuk jiwamu, hatimu, dan seluruh dirimu memahami bahwa cinta itu suci. Sesuci air matamu yang jatuh membasahi bumi. Maka, berharaplah dengan berbagai untaian doa, agar suatu ketika kamu dapat berjumpa dengan Sang Pencipta kesucian air mata, karena sesungguhnya hanya Dia Yang Maha Tinggi dan menguasai jiwa-jiwa para pecinta)
Nowo dewo jawoto, tali santiko bawono Prasido sidhikoro, ing sasono asmoroloyo Sri Narendro Kolosebo, winisudo ing gegono Datan gingsir….sewu warso
Terjemah:
Tidak ada tali sakti yang dapat mengikat sembilan dimensi bumi, kecuali talinya para kesatria yang memiliki kesaktian berupa sifat bersahaja, berbudi pekerti mulia, senang berbagi kebaikan, dan tidak gentar memperjuangkan kebenaran ajaran Tuhan. Mereka sangat pantas mendapatkan anugerah mahkota sebagai raja pembawa kesejahteraan dunia. Bahkan, seluruh malaikat di langit pun mengagumi mereka, dan sejarah akan mencatat derajat mereka sebagai hamba yang teristimewa. Seandainya kita hidup bersama mereka, kebahagiaan itu rasanya tidak bisa diungkapkan walaupun kita hidup seribu tahun lamanya.
Demikian teks Kidung Wahyu Kolosebo beserta terjemah dan sejarahnya. [dutaislam.or.id/ab]