Ilustrasi adab berkomunikasi. Foto: istimewa. |
Oleh Halimi Zuhdy
Dutaislam.or.id - Terkadang kita bertemu dengan orang-orang baik, tapi gaya, pilihan kata dan kalimatnya kurang tepat, sehingga kita tersinggung. Ada juga orang yang super duper cuek dengan "bahasa komunikasi", tidak peduli apakah lawan bicaranya tersinggung atau tidak, kadang kita tersinggung dan marah. Ada pula, yang pilihan kata-katanya sudah hati-hati, tapi sikapnya yang anti panti. Ya, akhirnya kita husnudhan sajalah, ketimbang baper.
Apalagi kalau kita baca di media sosial hari ini, komentar-komentar terkadang diksi yang dipilih tidak lagi mencerminkan dirinya orang baik. Kepada orang yang lebih tua, sangat tidak sopan. Bahkan, bahasa yang dulu tabu, kini sudah menjadi kebiasaan. Walau tidak semuanya, tertentu. Tapi, kadang malu membacanya. Atas nama "kejujuran, saya bukan orang munafik, saya hanya berbicara yang hak". Alasannya.
Saya tersinggung dan malu membaca beberapa kisah berikut, serasa diri ini jauh sekali, bahkan sangat tidak sopan berbicara dengan orang, apalagi berceramah dengan gaya menggurui.
سيدنا عمر بن الخطاب لما رأى مجموعة من الناس
موقدين النار نادى : "يا أهل الضوء" ولم يقل "يا أهل النار" خشية أن تجرحهم الك
Sayyidina Umar bin Khattab, ketika melihat sekelompok orang yang sedang menyalakan api, beliau memanggil mereka dengan berkata: "Wahai para pemilik cahaya (يا أهل الضوء)," dan tidak mengatakan "wahai para pemilik api (يا أهل النار)" karena khawatir kata tersebut akan menyakiti hati mereka. An-nar (bisa diartikan, api tapi juga neraka). Kita sering dengar beliau orang keras, tapi memilih kalimatnya sangat indah.
الحسن والحُسين رضي الله عنهما لما رأوا رجلاً كبيراً يتوضأ خطأ قالوا له : نريدك ان تحكم بيننا من فينا الذي لا يُحسن الوضوء ولما توضؤوا أمامه ضحك وقال: أنا الذي لا أحسن الوضوء
Hasan dan Husain radhiyallahu 'anhuma, saat melihat seorang pria tua yang berwudu dengan cara yang salah, Hasan dan Husain berkata kepadanya: "Kami ingin Anda menilai siapa di antara kami yang tidak pandai berwudu." Setelah mereka berwudu di hadapannya, pria itu pun tertawa dan berkata: "Akulah yang tidak pandai berwudu.".
Masyallah, saya malu membaca tulisan ini, betapa indah sekali cara menegurnya, tidak sedikit pun menyinggung kakek tersebut, walau jelas-jelas salah berwudu', tapi Hasan dan Husain menjaga adab dalam menegur, takutnya kakek tersebut marah atau tersinggung.
الإمام الغزالي رحمه الله عندما جاء له شخص وقال: ماحكم تارك الصلاة ؟ قال : حكمه أن نأخذه معنا الى المسجد
Imam Al-Ghazali rahimahullah, saat ada seseorang bertanya padanya, "Apa hukum orang yang meninggalkan salat?" Beliau menjawab: "Hukumnya adalah kita ajak dia ikut bersama kita ke masjid."
Bukan kemudian, menyampaikan: haraaam, berdosa, masuk neraka. Tapi, beliau menggunakan pilihan kata yang cantik sekali.
سئل العباس بن عبد المطلب: "أنت أكبر أم رسول الله صلى الله عليه وسلم؟" فأجاب: "هو أكبر مني، وأنا ولدت قبله
Al-Abbas bin Abdul Muthalib pernah ditanya: "Apakah engkau lebih tua atau Rasulullah SAW?" Ia menjawab: "Beliau lebih besar (mulia) dariku, sedangkan aku lahir lebih dulu dari beliau."
Kalau sekarang, betapa banyak yang bertanya tentang umur, dan terkadang agak mengejek, kalau lebih muda atau lebih tua? Bukan bertanya untuk mengetahui, tapi untuk membandingkan.
Menarik kalimat berikut yang selalu saya ingat dan saya simpan.
وأصبح بعضنا يبرر ذلك لنفسه ببعض الكلام مثل: أنا صريح، وأنا أتكلم بطبيعتي، أو أنه بذلك يبتعد عن النفاق
"Sebagian orang mulai membenarkan sikap kasarnya dengan alasan seperti: ‘Aku hanya jujur’ atau ‘Memang begini cara bicaraku’, lalu menganggap itu bukan munafik.”
Dan, terakhir
اختيار الألفاظ قيمة ضاعت للأسف في مجتمعاتنا
“Memilih kata-kata yang baik adalah nilai luhur, yang sayangnya kini mulai hilang dari masyarakat kita.”
الحياة أسلوب والدين المعامله
Hidup adalah tentang sikap, dan agama adalah tentang cara kita memperlakukan sesama. [dutaislam.or.id/ab]