![]() |
Ilustrasi pernikahan mewah. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Setelah Muhammad Saw memerdekakan dan mengangkat Zaid sebagai anaknya, hubungan keduanya semakin erat. Zaid tumbuh di bawah bimbingan akhlak Nabi yang lembut namun tegas. Ia menyaksikan langsung kehidupan jujur dan amanah yang membuat penduduk Makkah menjuluki Muhammad sebagai al-Amīn. Tahun demi tahun, Zaid tidak hanya menjadi bagian keluarga Nabi, tetapi juga menjadi tangan kanan beliau dalam banyak urusan, termasuk kelak dalam perjalanan dakwah Islam.
Baca: Sejarah Zaid bin Haritsah, Budak Rasulullah yang Dimerdekakan
Ketika Islam datang dan wahyu mulai turun, Zaid termasuk orang pertama yang memeluknya. Keberaniannya mengakui kebenaran Islam membuatnya siap menanggung segala risiko, termasuk permusuhan Quraisy terhadap pengikut Nabi. Kesetiaannya kepada Muhammad Saw tidak goyah, baik di masa damai maupun saat menghadapi ancaman.
Di Madinah, setelah hijrah, Zaid semakin dipercaya Nabi. Beliau melihat bahwa Zaid layak memiliki pasangan yang salehah dan terhormat. Maka Nabi Saw melamar sepupunya sendiri, Zainab binti Jahsy, untuk Zaid. Langkah ini bukan semata perjodohan keluarga, tetapi sebuah pesan sosial untuk meruntuhkan tradisi jahiliyah yang memandang rendah bekas budak. Dalam adat Arab saat itu, perempuan Quraisy keturunan bangsawan enggan menikah dengan bekas budak.
Zainab awalnya merasa keberatan. Ia tumbuh sebagai wanita Quraisy yang terpandang, dan sulit menerima bahwa suaminya kelak adalah seorang bekas budak, meskipun Zaid adalah anak angkat Nabi. Namun, turunlah firman Allah dalam QS. Al-Ahzab: 36:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْۗ وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًا
Terjemah:
Tidaklah pantas bagi mukmin dan mukminat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketentuan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.
Ayat tersebut menegaskan bahwa seorang mukmin wajib tunduk pada keputusan Allah dan Rasul-Nya. Mendengar ayat itu, Zainab dengan tulus menerima lamaran untuk Zaid.
Pernikahan Zaid dan Zainab pun berlangsung. Namun, kehidupan rumah tangga mereka tidak berjalan mulus. Perbedaan sifat dan kebiasaan membuat hubungan mereka renggang. Zaid, meski mencintai Zainab, sering mendapati sikap dingin dari istrinya. Ia beberapa kali datang kepada Nabi Saw untuk mengadukan masalah rumah tangganya. Nabi, dengan kesabaran, selalu menasihatinya: "Tahanlah istrimu dan bertakwalah kepada Allah."
Baca: Mukjizat Nabi: Pohon yang Bersujud Kepada Rasulullah Saw
Di balik itu, Allah telah memberi tahu Nabi Saw melalui wahyu bahwa Zaid pada akhirnya akan menceraikan Zainab, dan Nabi sendiri yang akan menikahinya. Namun, sebagai manusia yang sangat menjaga perasaan orang, Nabi tidak langsung menyampaikan hal itu. Beliau khawatir fitnah akan muncul, mengingat masyarakat masih menganggap bekas istri anak angkat sama seperti bekas menantu kandung.
Akhirnya, Zaid memutuskan menceraikan Zainab. Setelah masa iddahnya berakhir, turunlah QS. al-Ahzab: 37
وَاِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْٓ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَاَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللّٰهَ وَتُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللّٰهُ مُبْدِيْهِ وَتَخْشَى النَّاسَۚ وَاللّٰهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشٰىهُۗ فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًاۗ زَوَّجْنٰكَهَا لِكَيْ لَا يَكُوْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْٓ اَزْوَاجِ اَدْعِيَاۤىِٕهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًاۗ وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ مَفْعُوْلًا
Terjemah:
(Ingatlah) ketika engkau (Nabi Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankan istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak untuk engkau takuti. Maka, ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila mereka telah menyelesaikan keperluan terhadap istri-istrinya. Ketetapan Allah itu pasti terjadi.
Ayat tersebut secara langsung menyatakan bahwa Allah telah menikahkan Nabi Saw dengan Zainab. Peristiwa ini menghapus tradisi jahiliyah bahwa bekas istri anak angkat adalah haram dinikahi. Sejak saat itu pula, Allah memerintahkan pemanggilan anak angkat dengan nama ayah kandungnya, bukan nama ayah angkat. Maka, Zaid kembali dikenal dengan nama aslinya: Zaid bin Haritsah.
Pernikahan Nabi Saw dengan Zainab bukanlah peristiwa biasa. Ia menjadi pelajaran besar bagi umat Islam bahwa syariat Allah berada di atas adat dan kebiasaan manusia. Zaid sendiri tetap setia menjadi prajurit Nabi, bahkan kelak gugur sebagai syahid di medan perang Mu’tah. Namanya terukir abadi dalam sejarah bukan hanya sebagai anak angkat Nabi, tetapi sebagai saksi hidup perubahan hukum yang membawa umat keluar dari bayang-bayang adat jahiliyah. [dutaislam.or.id/ab]