![]() |
Mantan teroris, Nasir Abbas. (Foto: IDN Times/Fitria Madia) |
Dutaislam.or.id - Mantan pimpinan jaringan terorisme Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas mengungkapkan bahwa fenomena hijrah di kalangan millennial menjadi sasaran empuk bagi para penyebar ajaran radikalisme.
Hal tersebut berawal dari pernyataan seorang mahasiswa peserta penyuluhan yang menyampaikan unek-uneknya. Menurutnya, rekan-rekannya sesama mahasiswa banyak yang mengikuti "hijrah wave" dan akhirnya malah terjerumus pada ajaran radikal.
Nasir kemudian membenarkan bahwa muslim yang baru memperdalam ajaran Islam atau mualaf rentan terpapar ajaran radikalisme.
"Banyak warga negara Kanada yang berangkat ke Suriah. Awalnya mereka atheis lalu masuk Islam. Tapi mereka malah dijerumuskan masuk ke radikalisme dan terorisme karena di sana akses ke ulama tak semudah di sini," jelas Nasir ketika menyampaikan materi anti radikalisasinya di Mapolrestabes Surabaya, Rabu (31/7/2019), sebagaimana dilansir Idn Times Jatim.
Menurut Nasir, kalangan millennial yang kini berbondong-bondong memperdalam ajaran Islam secara kilat. Terutama bagi mereka yang mengenyam pendidikan di sekolah non madrasah di mana tidak ada pendidikan agama Islam secara formal. Menurut Nasir, semangat belajar agama Islam secara instan dan mendadak tersebut menjadi berbahaya apabila tidak dijaga dengan ajaran Islam yang tidak radikal.
"Itu kan mereka telat belajar agamanya. Sudah semangatnya telat, kelompoknya juga salah," tuturnya. Akhirnya karena keterlambatan dan minimnya informasi, kalangan yang "hijrah" tersebut dapat dengan mudah disesatkan bagi kelompok-kelompok radikal.
Namun Nasir menggarisbawahi bahwa terminologi hijrah saat ini begitu mudah digunakan oleh berbagai kalangan. Padahal, tak semua kondisi dapat dikatakan sebagai hijrah. Kata hijrah pun dianggap istimewa dan lekat dengan kesan baik. Oleh karena itu kelompok radikal dapat memanfaatkan kondisi tersebut dengan mudah.
"Itu kan beberapa istilah yang mereka pakai atau mereka gunakan. Faktanya bukan begitu maksud hijrah. Tetapi dianggap masuk dalam kelompoknya dianggap berhijrah. Menjadi islam menjadi berhijrah. Mereka menyalahgunakan kata hijrah," tuturnya. [dutaislam.or.id/gg]
Hal tersebut berawal dari pernyataan seorang mahasiswa peserta penyuluhan yang menyampaikan unek-uneknya. Menurutnya, rekan-rekannya sesama mahasiswa banyak yang mengikuti "hijrah wave" dan akhirnya malah terjerumus pada ajaran radikal.
Nasir kemudian membenarkan bahwa muslim yang baru memperdalam ajaran Islam atau mualaf rentan terpapar ajaran radikalisme.
"Banyak warga negara Kanada yang berangkat ke Suriah. Awalnya mereka atheis lalu masuk Islam. Tapi mereka malah dijerumuskan masuk ke radikalisme dan terorisme karena di sana akses ke ulama tak semudah di sini," jelas Nasir ketika menyampaikan materi anti radikalisasinya di Mapolrestabes Surabaya, Rabu (31/7/2019), sebagaimana dilansir Idn Times Jatim.
Menurut Nasir, kalangan millennial yang kini berbondong-bondong memperdalam ajaran Islam secara kilat. Terutama bagi mereka yang mengenyam pendidikan di sekolah non madrasah di mana tidak ada pendidikan agama Islam secara formal. Menurut Nasir, semangat belajar agama Islam secara instan dan mendadak tersebut menjadi berbahaya apabila tidak dijaga dengan ajaran Islam yang tidak radikal.
"Itu kan mereka telat belajar agamanya. Sudah semangatnya telat, kelompoknya juga salah," tuturnya. Akhirnya karena keterlambatan dan minimnya informasi, kalangan yang "hijrah" tersebut dapat dengan mudah disesatkan bagi kelompok-kelompok radikal.
Namun Nasir menggarisbawahi bahwa terminologi hijrah saat ini begitu mudah digunakan oleh berbagai kalangan. Padahal, tak semua kondisi dapat dikatakan sebagai hijrah. Kata hijrah pun dianggap istimewa dan lekat dengan kesan baik. Oleh karena itu kelompok radikal dapat memanfaatkan kondisi tersebut dengan mudah.
"Itu kan beberapa istilah yang mereka pakai atau mereka gunakan. Faktanya bukan begitu maksud hijrah. Tetapi dianggap masuk dalam kelompoknya dianggap berhijrah. Menjadi islam menjadi berhijrah. Mereka menyalahgunakan kata hijrah," tuturnya. [dutaislam.or.id/gg]