Umat muslim berkumpul. Foto: istimewa |
Dutaislam.or.id - Kata 'atiq (عَتيق) merupakan kata benda yang berfungsi sebagai sifat bagi pelaku atau subjek (ism fa'il). Kata 'atiq (عَتيق) ini termasuk kata turunan dari 'ataqa - ya'tiqu - 'itqan wa 'atqan wa 'ataqan wa 'ataqatan wa 'utuqan. lsm fa'il-nya ada dua macam, yaitu 'atiq wa 'atiq (عَتيق وعاتق).
Bentuk yang pertama 'atiq (عَتيق) merupakan bentuk perubahan yang tidak beraturan (irregular = Inggris atau sima'i = Arab). Jadi, bukan sebagai bentuk shigah al-mubalaghah (superlatif ) yang mengandung arti 'maha'. Bentuk ini pada umumnya yang digunakan oleh orang-orang Arab dalam percakapan mereka sehari-hari dan Al-Qur'an pun memilih bentuk ini. Adapun bentuk yang kedua 'atiq (عَتيق) merupakan bentuk standar reguler (baca: qiyasi).
Di dalam Al-Qur'an kata al-'atiq hanya disebut dua kali, yaitu dalam (QS. Al-Hajj: 29 dan 33). Keduanya dirangkaikan dengan kata al-bait (البيت) dalam fungsi sebagai keterangan (baca: shifat).
Menurut lbnu Zakaria dan Al-Ashfahani kata 'atiq (عَتيق) mempunyai arti dasar (arti denotatif atau arti generik), yakni 1) al-karam (الكرم = mulia), baik karena kejadian (fisik) maupun karena akhlak atau perilakunya (mental), dan 2) al-qidam (القد م = terdahulu atau terkemuka), baik dari segi umur, tempat, maupun martabatnya.
Adapun Ibnu Manzhur di dalam Lisanul-Arab-nya menjelaskan bahwa di samping arti al-karam (الكرم = mulia), 'atiq (عَتيق) merupakan antonim dari riqq (رق = budak). Jadi, menurutnya, hurru al-'atiq berarti merdeka atau bebas. Arti ini merupakan pengembangan dari arti denotatif menjadi arti konotatif. Arti konotatif lainnya adalah antik atau tua.
Di dalam berbagai hal, di antara arti denotatif dan konotatif tersebut terdapat keterkaitan yang erat. Yang tua dihormati atau dimuliakan, yang bernilai antik dihargai tinggi, yang terkemuka biasanya dihormati dan sesuatu yang dihormati adalah yang mulia dan terkemuka. Dan secara faktual orang yang merdeka lebih dihormati dibanding hamba sahaya. Kata 'atiq (عَتيق) di dalam Al-Qur'an digunakan untuk menunjuk arti bebas, tua, mulia dan dihormati.
Sebagaimana disebutkan di atas, Al-Qur'an merangkai kata al-'atiq (العَتيق) dengan al-bait (البيت) sebagaimana terdapat di dalam (QS. Al-Hajj: 29 dan 33) di dalam arti Ka'bah (bait Allah). Ka'bah adalah suatu bangunan yang berbentuk kubus (muka'ab). Ukuran panjang sisi Ka'bah yang sebelah utara adalah 9,29 m dan sisinya sebelah selatan 10,5 m. Pada sudutnya sebelah selatan terletak hajar aswad.
Ka'bah sebagai yang dikutip oleh Ibnu Zakaria disebut al-bait al-'atiq (البيت العَتيق) karena ada beberapa kemungkinan:
1) menurut Al-Halil, Ka'bah merupakan rumah (bangunan) yang pertama yang diperuntukkan bagi manusia untuk beribadah. Ini dapat dilihat di dalam (QS. Ali 'Imran: 96). Untuk itu al-'atiq (العَتيق) diartikan al-qadim (القد يم = sudah ada sejak lama) karena pembangunannya yang pertama dilakukan oleh Nabi Adam as. dan dipugar oleh Nabi Ibrahim dan Isma'il as.
2) menurut pendapat lain, karena Ka'bah terbebas (selamat) dari tenggelam dalam peristiwa badai topan yang melandanya;
3) karena Ka'bah terbebas dari serangan tentara bergajah yang dipimpim oleh Abrahah;
4) karena Ka'bah bebas dari klaim seseorang atau pihak-pihak tertentu sebagai miliknya (Ka'bah semata-mata milik Allah);
5) karena Allah swt. telah membebaskannya dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab al-jababirah);
6) karena Allah akan membebaskan orang-orang yang thawaf di sekeliling Ka'bah dari dosa-dosanya.
Semua pendapat tersebut dapat diterima. Ada dua pandangan tentang maksud al-bait al-'atiq (البيت العَتيق) dalam (QS. Al-Hajj: 33); pertama, Ka'bah, dan kedua, seluruh tanah haram.
Kedua ayat yang di dalamnya terdapat kata al-'atiq (العَتيق) berbicara dalam konteks ibadah haji. Salah satu dari manasik haji adalah thawaf di sekeliling al-bait al-'atiq (Ka'bah). [dutaislam.or.id/ka]
Sumber:
Ensiklopedia Al-Qur'an, Kajian Kosakata, Jilid: I, hlm: 36-37, ditulis Cholidi