KH. Makmun Abdullah Hadziq saat memberikan mauidzah hasanah di Yayasan Zumrotul Wildan, Ngabul, Tahunan, Jepara, Kamis (26/05/2022) pagi. Foto: dutaislam.or.id. |
Dutaislam.or.id - Ada cerita menarik yang diungkap oleh KH. Makmun Abdullah Hadziq di tengah mauidhah hasanah dalam rangka Akhirussanah & Wisuda Bersama Yayasan Zumrotul Wildan di depan Gedung MI Zumrotul Wildan, Ngabul, Tahunan, Jepara, Kamis (26/06/2022) pagi.
Kiai Makmun bercerita, saat sekolah TBS TBS Kudus, ia pernah diperintah gurunya untuk menjual satu kresek berisi batu akik. Baca: Kiai Yusuf Zubaidi: Ini Dalil Kirim Pahala Bacaan dan Sedekah Kepada Mayit.
Begitu pulang, Mbah Abdullah, ayah Kiai Makmun, setengah menyoal tentang alasan pulangnya yang lebih awal dari pesantren Kudus itu.
"Baru seminggu kok sudah pulang. Bawa apa itu," tanya Mbah Abdullah, yang hanya dijawab akik satu kresek oleh Makmun santri.
"Mun, nek diutus gurumu angger lakoni. Ojo bantah. Ngertiyo yo Mun. Gurumu iku yo guruku," jawab Mbah Abdullah Hadziq tanpa memprotes anaknya diperintah jualan oleh guru.
Cerita itu kontras dengan pemandangan orangtua sekarang yang sering protes bila anaknya diperlakukan kurang layak di madrasah, dimana harusnya belajar tapi diperintah jualan, seperti cerita Kiai Makmun di atas.
Padahal, menurut Kiai Makmun, ridla seorang guru kepada murid adalah kunci berkahnya ilmu. Bahkan orangtua murid juga mengaku muridnya, "sampai orangtuaku ngaku muridnya," tambah Kiai Makmun.
Baca: Makam Mbah Breo, Waliyullah di Rengging, Jepara
Karena itulah, Kiai Makmun berpesan: jika besok para murid sudah jadi profesor, kiai atau tokoh besar, jangan menyebut guru sebagai bekas guru!
"Orangtua itu abul jasad (ayah biologis). Tapi kalau guru adalah abur ruh (ayah ruhani), yang menuntunmu ke surga," terang Kiai Makmun.
Murid harus berakhlak. "Para murid, sampai kapanpun, gurumu adalah gurumu. Para guru, sampai kapanpun, doakan murid-muridmu. Itu intinya," pungkas Kiai Makmun. [dutaislam.or.id/ab]