Ghibah terpuji ada dalam enam hal. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Hal-hal yang membolehkan ghibah ada enam, seperti yang disebutkan oleh An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar. Enam hal ini dirangkum dalam sebuah syair:
الـذَّمُّ لَيْـسَ بِغِيْبَةٍ فِيْ سِتـَّةٍ - مُتَظَلِّمٍ وَ مـُعَرِّفٍ وَ مُـحَذَّرٍ
وَ لِمُظْهِرٍ فِسـْقًا وَ مُسْتَفْـتٍ وَمَنْ - طَلَبَ الإِعَانَةِ فِيْ إِزَالَةِ مُنْكَرٍ
Terjemah:
"Penghinaan itu bukanlah ghibah yang tercela dalam enam hal, yakni: pengadu (orang yang meminta keadilan), orang yang mengenalkan (orang yang memberi informasi tentang seseorang), dan orang yang memperingatkan (memberi peringatan tentang bahaya seseorang), orang yang menampakkan kefasikan, orang yang meminta fatwa, dan orang yang mencari bantuan untuk menghilangkan kemungkaran."
Semoga jelas bahwa apa yang disampaikan bukanlah ghibah yang tercela karena tujuannya adalah memperingatkan umat muslimin Nusantara agar sadar dan waspada, serta berusaha menghilangkan kemungkaran.
Ini juga berlaku terhadap orang-orang yang menampakkan kefasikan melalui bukti rekam jejak digital, namun belum sadar, insyaf, atau meminta maaf. Maka, ini adalah jihad melawan kemungkaran, bukan sekadar ghibah.
Jika Anda tidak memiliki kepentingan dalam hal ini, janganlah menjadi pendukung oknum-oknum yang melakukan khurafat, kesesatan (hingga masuk dalam 5 dari 10 kriteria sesat MUI), dan kemungkaran. Bahkan diam dengan menolak kemungkaran dalam hati saja adalah selemah-lemahnya iman, apalagi jika sampai mendukungnya.
Perjuangan menolak kemungkaran adalah perjuangan untuk kesadaran, bukan ujaran kebencian. Jika dianggap salah dan melakukan ghibah, maka sesuai dengan hadits dalam Syarah Riyadus Sholihin (1/78):
كَفَّارَةُ مَنِ اغْتَبْتَهُ أَنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُ
Terjemah:
"Kafarah (penebus dosa) bagi orang yang kau ghibahi adalah engkau memohon ampunan untuknya". [dutaislam.or.id/ai]