![]() |
Ilustrasi keturunan Ba'alwi yang pernah akan dipulangkan ke Yaman oleh oleh Soekarno. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Pada tahun 1960, Jenderal A. Yani diutus oleh Presiden Soekarno untuk mengunjungi Pondok Pesantren Buntet di Cirebon dan bertemu dengan para ulama Nahdlatul Ulama (NU). Pertemuan ini bertujuan untuk membahas rencana Presiden Soekarno memulangkan seluruh Habib ke negara asal mereka, Yaman.
Alasan di balik rencana ini adalah keterlibatan sebagian habib yang didatangkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda antara tahun 1840-1880 dalam bekerja sebagai abdi penjajah. Namun, para ulama NU menolak rencana ini dengan alasan kemanusiaan dan ketidaksesuaian dengan nilai-nilai Pancasila.
Lima tahun kemudian, pada tahun 1965, terjadi pemberontakan G30S/PKI. Diduga, dalang utama di balik peristiwa ini adalah Dipa Nusantara (D.N.) Aidit, seorang habib dari klan Ba'alwi, marga Al Aidid, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Komite Sentral PKI. Pemberontakan G30S/PKI dimulai pada dini hari tanggal 30 September 1965, ketika pasukan Cakrabirawa di bawah pimpinan Letkol Untung melancarkan aksi penculikan terhadap para jenderal.
Baca: Leluhur Ba'alwi Sudah Banyak Gonta-Ganti Jalur Nasab
Pertanyaan muncul mengenai bagaimana Pasukan Cakrabirawa bisa disusupi oleh PKI. Hal ini terkait dengan keberadaan Biro Khusus (BC) PKI, yang bertugas merekrut perwira-perwira progresif dengan kecenderungan politik kiri dan merupakan penggemar berat Soekarno untuk dijadikan agen PKI di militer.
Jenderal A. Yani adalah salah satu jenderal yang menjadi target penculikan G30S/PKI. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa Jenderal A. Yani, yang merupakan salah satu orang terdekat dan kepercayaan Presiden Soekarno, menjadi sasaran penculikan. Apakah hal ini ada hubungannya dengan kunjungan Jenderal A. Yani ke Pesantren Buntet pada tahun 1960, atau mungkin ada dendam pribadi D.N. Aidit terhadapnya? [dutaislam.or.id/ai]