![]() |
Kiai Demang Lehman sebelum dieksekusi. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Sejarah sering kali menyimpan kisah-kisah yang penuh dengan intrik dan pengkhianatan. Salah satu kisah tragis yang terjadi di Kalimantan melibatkan Kiai Demang Lehman, seorang tokoh penting dalam Perang Banjar, yang pada akhirnya menghadapi pengkhianatan dari klan Ba'alawi.
Klan ini dikenal dengan strategi mereka yang lihai dalam mencari perlindungan dan keamanan, baik dengan mendekati pribumi maupun penjajah Belanda. Kisah ini mencerminkan betapa kompleksnya hubungan antar kelompok di Nusantara pada masa kolonial.
Sejarah Klan Ba'alawi di Nusantara
Klan Ba'alawi, yang memiliki sejarah panjang di Nusantara, dikenal sebagai kelompok yang sangat pandai dalam menjalankan intrik politik. Mereka mampu beradaptasi dengan cepat di tengah kondisi sosial dan politik yang bergejolak.
Di satu sisi, mereka mampu menjalin hubungan baik dengan penduduk pribumi, tetapi di sisi lain, mereka juga tidak segan-segan mencari perlindungan dari penjajah Belanda untuk memastikan kelangsungan hidup mereka di Nusantara.
Dalam berbagai catatan sejarah, klan Ba'alawi sering kali digambarkan sebagai kelompok yang cerdik dan selalu mencari posisi aman di tengah konflik yang terjadi. Kehadiran mereka di Nusantara bukanlah tanpa tujuan; mereka datang dengan agenda yang terstruktur untuk mencari kehidupan yang lebih baik, dan untuk itu, mereka siap melakukan apa pun yang diperlukan, termasuk bekerja sama dengan kekuatan kolonial.
Demang Lehman: Panglima Perang yang Setia
Di tengah pusaran sejarah yang penuh intrik ini, muncul sosok Demang Lehman, yang dikenal dengan gelar Adhipattie Mangko Nagara (Adipati Mangku Negara). Lahir di Martapura pada tahun 1832, Demang Lehman, yang bernama asli Idris, adalah seorang panglima perang dalam Perang Banjar. Sebagai seorang yang loyal dan berani, ia menjadi ajudan setia Pangeran Hidayatullah II, pemimpin yang dihormati dalam perjuangan melawan penjajah Belanda.
Baca: Gus Fuad Anggap Ba'alwi Membahayakan Demokrasi Pilkada 2024
Kiai Demang Lehman bukan hanya seorang panglima perang biasa; ia juga diangkat menjadi pemimpin sebuah distrik di Kesultanan Banjar, dengan gelar "Kiai Demang". Gelar ini diberikan sebagai pengakuan atas kecakapannya dan kesetiaannya kepada Pangeran Hidayatullah II.
Sebagai pemimpin Distrik Riam Kanan, yang merupakan wilayah tanah lungguh Pangeran Hidayatullah II, Demang Lehman memegang tanggung jawab besar, termasuk menjaga pusaka kesultanan Banjar berupa Keris Singkir dan Tombak Kaliblah yang berasal dari Sumbawa.
Sayangnya, kesetiaan dan keberanian Demang Lehman tidak cukup untuk melindunginya dari pengkhianatan yang akhirnya menjeratnya. Klan Ba'alawi, yang selama ini hidup dalam kenyamanan berkat kerja sama mereka dengan berbagai pihak, ternyata terlibat dalam skenario pengkhianatan yang membawa kehancuran bagi Demang Lehman.
Akhir hidup Demang Lehman mencerminkan betapa kompleks dan tragisnya dinamika politik di Nusantara pada masa itu. Ia bukan hanya menjadi korban dari konflik melawan penjajah, tetapi juga dari pengkhianatan internal yang melibatkan mereka yang seharusnya menjadi sekutu. Klan Ba'alawi, dengan kecerdikan mereka, berhasil mencari jalan untuk tetap aman, meskipun harus mengorbankan orang lain dalam prosesnya.
Refleksi dari Sejarah
Kisah akhir hidup Kiai Demang Lehman dan pengkhianatan klan Ba'alawi adalah cerminan dari realitas sejarah yang penuh dengan ambisi, kesetiaan, dan pengkhianatan. Sejarah ini mengajarkan kita bahwa dalam setiap perjuangan, selalu ada sisi gelap yang melibatkan intrik dan pengkhianatan.
Kisah ini juga mengingatkan kita akan pentingnya mengenang dan menghormati mereka yang telah berjuang dan berkorban demi kebebasan dan kemerdekaan, meskipun pada akhirnya mereka harus menghadapi nasib tragis.
Baca: Tak Gentar, Rektorat UIN Walisongo Tetap Undang Kiai Imaduddin Ustman
Sejarah Nusantara dipenuhi dengan tokoh-tokoh yang memiliki semangat juang tinggi dan pengorbanan besar, namun tidak sedikit dari mereka yang jatuh karena pengkhianatan dari pihak-pihak yang hanya mementingkan keselamatan dan kepentingan pribadi. Kiai Demang Lehman adalah salah satu dari tokoh tersebut, yang namanya akan selalu dikenang sebagai simbol keberanian dan kesetiaan dalam menghadapi ketidakadilan.
Dengan mengingat kembali kisah-kisah seperti ini, kita diajak untuk memahami bahwa sejarah tidak hanya tentang kemenangan dan kekalahan, tetapi juga tentang kemanusiaan, kesetiaan, dan harga yang harus dibayar untuk mencapai cita-cita yang lebih besar.
Kiai Demang Lehman dan pengkhianatan yang dialaminya mengingatkan kita bahwa dalam setiap perjuangan, selalu ada risiko, tetapi juga ada kehormatan yang harus dijaga hingga akhir. [dutaislam.or.id/ab/ai]