KH. Dimyathi Rais, Keliwungu, Kendal. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - KH Dimyati Rois merupakan salah satu Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan juga pendiri serta pengasuh Pondok Pesantren Al-Fadlu wal Fadilah di Kampung Djagalan, Kutoharjo, Kaliwungu, yang didirikan pada tahun 1985.
Mengikuti tradisi para santri di masa lampau, beliau menjadi seorang santri kelana, belajar di berbagai pesantren, termasuk Pondok Pesantren Lirboyo dan APIK Kaliwungu. Karena ketekunan dan prestasinya, beliau dinikahkan dengan putri KH. Ibadullah Irfan, seorang sesepuh dan tokoh penting di Kaliwungu, Kendal. KH Dimyati Rois sendiri lahir di Brebes, Jawa Tengah, dan kemudian menetap di Kaliwungu setelah pernikahannya.
Sebagai kiai besar di lingkungan NU, KH Dimyati Rois dikenal sebagai seorang orator hebat yang mampu memikat massa. Beliau secara konsisten memenuhi undangan masyarakat untuk memberikan ceramah dan nasihat agama. Pengaruh beliau sangat besar, sehingga kediamannya kerap menjadi tempat kunjungan tokoh-tokoh nasional, seperti Jokowi, Jusuf Kalla, Muhaimin Iskandar, hingga Gus Dur. Meski begitu, KH Dimyati Rois tidak tertarik untuk terjun langsung ke dunia politik, meskipun dahulu dikenal dekat dengan Matori Abdul Djalil, Ketua Umum pertama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Salah satu keistimewaan KH Dimyati Rois yang jarang dimiliki oleh kiai lain adalah kemampuannya dalam bidang kewirausahaan. Selain mengajar ilmu agama, beliau juga mengelola berbagai usaha yang tidak hanya mendatangkan keuntungan, tetapi juga melatih santri-santrinya untuk bisa berwirausaha, terutama dalam sektor pertanian dan perikanan. Di kalangan masyarakat, KH Dimyati Rois juga dikenal memiliki ilmu hikmah atau kesaktian, yang menambah kewibawaannya di mata publik.
Latar Belakang Keluarga
Lahir di Bulakamba, Brebes, 5 Juni 1945, KH Dimyati Rois adalah anak kelima dari sepuluh bersaudara. Saudaranya meliputi Nyai Khanifah, KH Tohari Rois, KH Masduki Rois, H Murai Rois, KH Saidi Rois, Nyai Khotijah, KH Syatori Rois, Nyai Mukoyah, dan Nyai Daroroh. Beliau lahir pada tanggal 5 Juni 1945 dari pasangan Rois dan Djusminah yang tinggal di Desa Tegal Glagah, Bulakamba, Brebes, Jawa Tengah.
KH Dimyati Rois berasal dari keluarga yang secara turun-temurun merupakan petani sekaligus santri. Kedua orang tuanya selalu menekankan pentingnya ibadah dan menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari kepada anak-anaknya. Bahkan, berdasarkan cerita turun-temurun, keluarga KH Dimyati Rois diyakini masih keturunan salah satu sesepuh pendiri Kabupaten Brebes. Sejak kecil, beliau sudah menunjukkan karakter yang berbeda dibandingkan saudara-saudaranya; beliau pendiam namun sangat rajin, disiplin, dan ulet.
Pada tahun 1978, KH Dimyati Rois menikahi Nyai Hj. Tho'ah, putri tunggal dari KH Ibadullah Irfan dan Nyai Hj. Fatimah, sesepuh Kaliwungu. Mereka dikaruniai sepuluh anak, yaitu H. Agus Fadlullah, H. Agus Alamudin, Hj. Ning Lailatul Arofah, H. Agus Qomaruzzaman, Hj. Ning Lama’atus Sobah, H. Agus Hilmi, H. Agus Thoha Mubarok, H. Agus Husni Mubarok, H. Agus M. Iqbal, dan H. Agus Abu Hafsin Almuktafa. KH Dimyati Rois, seperti orang tuanya, sangat fokus dalam memberikan pendidikan agama yang kuat kepada anak-anaknya, dan menekankan pentingnya menuntut ilmu sepanjang hidup.
Pendidikan dan Perjalanan Menuntut Ilmu
Meskipun tidak memiliki latar belakang pendidikan formal yang tinggi, KH Dimyati Rois sangat bersemangat dalam menuntut ilmu agama. Beliau sempat belajar di Sekolah Rakyat (SR) dan memperoleh sertifikat kelulusan. Setelah itu, beliau langsung mendalami ilmu agama dengan belajar di beberapa pesantren.
Pada tahun 1956, beliau pertama kali menimba ilmu di Pondok Pesantren APIK, Kauman, Kaliwungu, yang diasuh oleh KH Ahmad Ru’yat. Selama sekitar 14-15 tahun, beliau belajar di pesantren tersebut sebelum kemudian berguru kepada KH Machrus Ali di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, meskipun hanya dalam waktu singkat. Selanjutnya, beliau menimba ilmu di Pondok Pesantren Sarang, Rembang, di bawah asuhan Mbah Imam selama sekitar lima tahun.
Setelah beberapa tahun berkelana menuntut ilmu di berbagai pesantren di Rembang, Tuban, dan Kediri, KH Dimyati Rois kembali ke Pondok Pesantren APIK di Kaliwungu. Di pesantren tersebut, beliau diangkat menjadi lurah pondok oleh KH Humaidullah Irfan. Di antara berbagai ilmu yang dipelajari KH Dimyati Rois adalah ilmu nahwu, sorof, ushul fiqh, serta kitab-kitab Imam Al-Ghazali. Beliau dikenal sebagai santri yang cerdas dan tidak menyia-nyiakan waktunya selama di pesantren, sehingga tak mengherankan jika wawasan keagamaannya sangat luas.
Kepribadian dan Pengaruh KH Dimyati Rois
KH Dimyati Rois memiliki kepribadian yang sederhana namun penuh wibawa. Meski menjadi ulama besar, beliau selalu tampil dengan kesederhanaan, bahkan dalam hal berpakaian. KH Dimyati Rois juga hanya makan ketika benar-benar merasa lapar. Di samping itu, beliau mudah bergaul dengan siapa saja, mulai dari pedagang, pejabat, orang kaya, hingga orang miskin dan anak-anak.
Sebagai pribadi yang sabar, dermawan, dan ramah, KH Dimyati Rois dikenal tidak pernah mengajarkan sesuatu yang belum atau tidak dia lakukan sendiri. Dengan demikian, apa pun yang diajarkan kepada murid-muridnya selalu diiringi dengan contoh nyata. Hal inilah yang membuatnya begitu dihormati dan dicintai oleh para santri dan jamaah. Ajaran dan petuahnya pun selalu diterima dengan baik oleh masyarakat luas.
KH Dimyati Rois adalah sosok ulama yang membuktikan bahwa ketekunan, kesederhanaan, dan dedikasi dalam menuntut ilmu agama bisa membawa pengaruh besar, tidak hanya di kalangan pesantren, tetapi juga di masyarakat umum. Beliau wafat di usia 77 tahun pada Jumat, 10 Juni 2022, pukul 0.13 WIB saat menjalani perawatan di RS Tlogorejo Semarang. [dutaislam.or.id/ab]