Ilustrasi kodangan acara pengantin. Foto: dutaislam.or.id. |
Oleh Ahmad Hanan
Dutaislam.or.id - Agama Islam memiliki aturan main atau hukum bagi pemeluk-pemeluknya. Hukum itu meliputi wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Termasuk yang diatur dalam hukum ini adalah mengenai menghadiri suatu acara yang diadakan oleh orang lain.
Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah kita diperbolehkan untuk menghadiri acara semisal walimah, syukuran, atau sejenisnya, sedangkan kita tidak diundang oleh penyelenggara acara? Bagaimanakah pandangan hukum Islam mengenai hal ini?
Hukum Mendatangi Undangan
Poin pertama yang hendak dibahas adalah mengenai hukum mendatangi undangan. Mengenai hal ini, dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa seseorang ketika mendapatkan undangan hendaknya menghadirinya.
عن ابن عمر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيْمَةِ فَلْيَأْتِهَا
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda: Tatkala kalian diundang ke pesta/walimah, maka datangilah.” (HR. Muslim)
Sementara dalam hadits lainnya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُجِبْ، عُرْسًا كَانَ أَوْ نَحْوَهُ
Artinya, “Rasulullah bersabda: Jika salah seorang di antara kalian mengundang saudaranya, hendaknya ia menjawab (mendatanginya), baik undangan itu pernikahan atau sejenisnya.” (HR. Muslim)
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِذَا دُعِيَ أَحَدٌكٌمْ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ، وَإِنْ كَانَ مٌفْطِرًا فَلْيُطْعَمْ
Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda: Jika salah seorang di antara kalian diundang hendaknya ia menjawab (mendatanginya), namun saat kalian sedang berpuasa maka lanjutkan puasanya, dan ketika kalian sedang tidak berpuasa maka makanlah hidangannya.” (HR. Muslim)
Setelah membaca tiga hadits di atas, seyogyanya kita mengusahakan diri untuk mendatangi acara ketika mendapatkan undangan dari orang lain.
Hukum Mendatangi Acara yang Tidak Diundang
Setelah membahas dalil mengenai hukum mendatangi suatu undangan yang diberikan kepada kita, kali ini pembahasan selanjutnya adalah mengenai hukum mendatangi suatu acara tapi tidak mendapatkan undangan dari penyelenggara acara tersebut. Bagaimana?
Dalam kitab Mughnil Muhtaj, disebutkan bahwa hukum dari perbuatan semacam ini termasuk ke dalam kategori haram dilakukan.
ويحرم التطفّل، وهو حضور الوليمة من غير دعوة، الا اذا علم رضا المالك به لما بينهما من الأنس والانبساط، وقيّد ذلك الإمام بالدعوة الخاصة، أما العامة كأن فتح الباب ليدخل من شاء فلا تطفل
Artinya, “Diharamkan melakukan intrusi, yakni menghadiri acara pesta/walimah tanpa undangan, kecuali jika diketahui bahwa pembuat acara ridha karena adanya persahabatan dan keterbukaan di antara mereka, dan imam membatasinya hanya pada undangan pribadi, seolah-olah dia membukakan pintu bagi siapa pun yang ingin masuk, sehingga tidak termasuk ke dalam kategori ini.” (Syamsuddin Muhammad bin Khatib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut: Darul Ma’rifah] juz 3, hlm. 328)
Selain dari kitab Mughnil Muhtaj, keterangan sejenis juga bisa ditemukan dalam kitab Hasyiyah al-Bujairami ala Syarhi Manhaj at-Thullab, sebagaimana berikut ini:
وأما التطفل وهو حضور الدعوة بغير إذن فحرام إلا أن يعلم رضا رب الطعام لصداقة أو مودة. وصرح جماعة منهم الماوردي بتحريم الزيادة على قدر الشبع ولا يضمن قال ابن عبد السلام وإنما حرمت لأنها مؤذية للمزاج
Artinya, “Adapun intrusi ialah menghadiri suatu undangan tanpa izin, maka haram hukumnya kecuali diketahui bahwa pemilik jamuan merasa ridha karena jamuannya untuk sedekah atau ramahtamah. Para ulama termasuk Imam al-Mawardi membatasi selama tidak melebihi kadar kenyang dan ia tidak diwajibkan mengganti apapun yang telah dimakan. Syaikh Ibn Abdissalam berpendapat, hal tersebut diharamkan karena umumnya berpotensi menyakiti hati pemilik makanan (sahibul hajat).” (Sulaiman bin Muhammad bin Umar, Hasyiyah al-Bujairami ala Syarhi Manhaj at-Thullab, [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah] juz 3, hlm. 524)
Dari kedua sumber tersebut, kita bisa mengetahui bahwa mendatangi acara pesta/walimah sedangkan kita tidak diundang hukumnya adalah haram.
Simpulan
Berdasarkan dari dalil-dalil di atas, bisa di ambil kesimpulan bahwa:
- Seseorang ketika mendapatkan undangan, baik itu undangan walimah, pesta, atau sejenisnya hendaknya mengusahakan agar bisa menghadirinya selagi tidak berupa undangan maksiat.
- Seseorang diharamkan untuk mendatangi acara pesta/walimah jika ia tidak menerima undangan dari pembuat acara sebab berpotensi menyakiti hati dari pemilik makanan (sahibul hajat). Hal ini sebagaimana yang disampaikan Syaikh Ibn Abdissalam.
Baca: Hukum Membaca Doa dengan Bahasa Indonesia
Untuk itu, demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti sakit hatinya sahibul hajat yang biasanya dikarenakan tamu tersebut tidak dikenal baik atau memiliki konflik dengan sahibul hajat alangkah baiknya kita menghindari perbuatan ini. Namun, akan berbeda bila sudah kenal dengan baik dan akrab, yang mana kedatangannya semakin memunculkan perasaan gembira. Wallahu a’lam. [dutaislam.or.id/ab]
Ahmad Hanan, Alumnus MA-NU Tasywiquth Thullab Salafiyah (MA NU TBS) Kudus, dan Pesantren MUS-YQ Kudus