Iklan

Iklan

,

Iklan

Karomah Kiai Musyafa’ bin Haji Bahram, Kaliwungu, Kendal

Duta Islam #05
17 Okt 2024, 12:20 WIB Ter-Updated 2024-10-17T05:20:52Z
Download Ngaji Gus Baha
kisah keramat mbah syafa bin bahrom kaliwungu kendal
Ilustrasi. Foto: istimewa.


Dutaislam.or.id - Kota Kaliwungu, yang terletak di Kecamatan Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, tampak memukau jika dilihat dari bukit di Desa Proto Mulyo, di sebelah timur Kampung Gadukan, Kutoarjo, Kaliwungu. 


Dari ketinggian ini, Masjid Al-Muttaqin yang berdiri di pusat kota terlihat sangat menonjol, dengan menara dan kubahnya yang kokoh, seolah mempertegas kebesaran Allah Swt. Pemandangan kota Kaliwungu dari bukit ini sungguh memesona, menampilkan keindahan alam sekaligus sejarah yang kaya.


Di kawasan perbukitan ini, terdapat makam para ulama besar dan penyebar agama Islam masa lalu, yang oleh masyarakat dikenal sebagai "makam Jabal". Salah satu ulama terkenal yang dimakamkan di sini adalah Kiai Musyafa’ bin Haji Bahram, yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Syafa’. 


Seperti makam wali lainnya, makam Mbah Syafa’ sering dikunjungi oleh peziarah, terutama pada hari Kamis Wage sore dan Jumat Kliwon, di mana ratusan hingga ribuan orang datang untuk berziarah. Bahkan, para santri dari pesantren-pesantren setempat sering menjadikan makam ini sebagai tempat riyadlah.


Selama hidupnya antara tahun 1920 hingga 1969, Mbah Syafa’ dikenal sebagai sosok yang zuhud. Beliau hidup sangat sederhana, baik dalam penampilan maupun tutur katanya. Kesederhanaan ini membuat beberapa orang mengira bahwa Mbah Syafa’ adalah kiai miskin, bahkan ada yang menyebutnya sebagai orang gila karena perilaku beliau yang sering dianggap di luar kebiasaan atau "Khawariqul Adah".


Kisah Anggur Makkah

Sebelum banyak orang mengenal kewalian Mbah Syafa’, ada kejadian yang membuat tetangga-tetangganya heboh. Setelah musim haji, seorang haji datang membawa pesan dari seseorang di Mekkah, yang menitipkan anggur untuk diserahkan kepada Mbah Syafa’. Padahal, para tetangga yakin bahwa selama musim haji tersebut, Mbah Syafa’ tidak pergi ke Mekkah dan tetap berada di rumah. Kejadian ini menjadi awal mula perubahan pandangan masyarakat terhadap beliau, yang mulai percaya bahwa Mbah Syafa’ memiliki karomah.


Seiring waktu, karomah-karomah Mbah Syafa’ semakin dikenal. Dalam satu kisah, saat menjamu tamu-tamunya, Mbah Syafa’ menyediakan satu ceret air untuk diminum. Anehnya, setiap tamu yang meminum air dari ceret yang sama merasakan rasa air yang berbeda-beda.


Restu untuk Tentara Trikora

Pada tahun 1960-an, seorang tentara datang ke rumah Mbah Syafa’ untuk meminta restu sebelum bergabung dengan pasukan Trikora yang ditugaskan membebaskan Irian Jaya dari penjajahan Belanda. Saat tentara itu menyampaikan niatnya, Mbah Syafa’ tidak berkata apa-apa. 


Beliau hanya mengambil sebuah wajan yang telah dipanaskan hingga merah membara, lalu memukul kepala tentara tersebut dengan wajan itu beberapa kali. Setelah itu, Mbah Syafa’ masuk ke dalam rumah dan keluar dengan membawa tiga biji Randu (klentheng), yang kemudian diserahkan kepada tentara tersebut tanpa penjelasan lebih lanjut. Tentara itu tetap menyimpan biji randu tersebut.


Beberapa waktu kemudian, kapal yang membawa tentara tersebut hancur di tengah laut. Namun, atas izin Allah, tentara yang mendapat restu dari Mbah Syafa’ selamat dari bencana tersebut, dan biji randu yang diberikan dianggap sebagai pertanda perlindungan.


Lubang Perlindungan dari Tentara Jepang


Pada suatu hari di tahun 1940-an, Mbah Syafa’ menggali sebuah lubang yang cukup dalam. Orang-orang di sekitar bertanya-tanya untuk apa lubang itu digali. Beberapa mengira akan dijadikan kolam ikan, sementara yang lain menyangka sebagai sumur. 


Namun, tak lama kemudian, tentara Jepang menyerang daerah Kaliwungu, dan lubang itu ternyata digunakan sebagai tempat persembunyian bagi penduduk sekitar, menunjukkan kemampuan Mbah Syafa’ dalam melihat peristiwa masa depan.


Karomah Setelah Wafat

Mbah Syafa’ wafat pada 13 Maret 1969, seperti yang tertulis pada nisannya. Namun, keanehan dan karomahnya tidak berhenti meskipun beliau telah meninggal. Suatu ketika, seorang tukang sapu Balai Desa Krajan Kulon bernama Mbah Rasyid, mengaku didatangi Mbah Syafa’ saat sedang bekerja. 


Tanpa bicara, Mbah Syafa’ memberikan uang seribu rupiah kepada Mbah Rasyid. Anehnya, meskipun uang tersebut sudah dibelanjakan, ketika Mbah Rasyid pulang ke rumah, uang itu tetap ada di sakunya. Hal ini terjadi tiga kali hingga akhirnya Mbah Rasyid merasa terganggu dan memutuskan untuk mengembalikan uang tersebut ke makam Mbah Syafa’.


Kisah-kisah tentang Mbah Syafa’ ini terus dikenang dan menjadi bukti betapa karomah beliau diakui baik semasa hidup maupun setelah wafatnya. [dutaislam.or.id/ab]

Iklan

close
Iklan Flashdisk Gus Baha