Ilustrasi terkena petir menyambar. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Amir bin Thufail adalah seorang pemuka kabilah Bani Amir dari suku Arab yang dikenal karena keberaniannya sebagai pejuang dan pemimpin perang. Dia adalah keponakan dari seorang tokoh terkenal dalam sejarah pra-Islam, yaitu Al-Aqra' bin Habis.
Amir bin Thufail sangat dihormati di kalangan kaumnya dan memiliki ambisi besar untuk menjadi pemimpin utama di antara suku-suku Arab. Namun, di balik keberanian dan status sosialnya, Amir juga memiliki permusuhan yang mendalam terhadap Nabi Muhammad Saw dan ajaran Islam.
Pasca mendengar tentang dakwah Islam yang semakin meluas di Jazirah Arab, Amir bin Thufail memutuskan untuk mendatangi Nabi Muhammad Saw di Madinah dengan maksud menantangnya. Amir tidak datang dengan niat baik untuk mendengarkan ajaran Islam atau mencari kebenaran, tetapi sebaliknya, dia datang dengan sikap permusuhan dan penuh kesombongan.
Amir bin Thufail datang bersama rekannya, Arbad bin Qais, yang juga dikenal sebagai salah satu tokoh yang keras menentang Islam. Keduanya memiliki rencana licik untuk membunuh Nabi Saw, dengan Amir yang akan berbicara dengan beliau sementara Arbad akan melakukan serangan mendadak dengan pedangnya.
Setibanya di Madinah, Amir bin Thufail meminta untuk bertemu dengan Rasulullah Saw. Amir mengajukan dua pilihan kepada Nabi Saw dengan penuh arogansi. Dia berkata:
"Aku memberi pilihan kepadamu, wahai Muhammad. Engkau harus memilih salah satu dari dua hal: apakah engkau membiarkan aku memimpin urusan ini (yakni menjadi penguasa seluruh suku Arab), dan engkau memegang kekuasaan setelahku, atau engkau membiarkan aku menjadi penggantimu (yakni menjadi nabi setelah Nabi Muhammad)."
Dengan kata lain, Amir menuntut Nabi Saw untuk membagi kekuasaan dengannya, seolah-olah dakwah Islam adalah urusan duniawi yang bisa dinegosiasikan dan diperebutkan. Amir ingin menjadi penguasa politik dan militer, sementara dia menganggap bahwa kenabian adalah posisi yang bisa diambil atau diwariskan.
Tentu saja Rasulullah Saw tegas menolak tawaran Amir. Beliau menjelaskan kepada Amir bahwa Islam bukanlah urusan duniawi yang bisa dinegosiasikan, dan kenabian bukanlah sesuatu yang bisa diwariskan atau dibagikan. Allah-lah yang memilih siapa yang akan diberi tugas sebagai nabi, dan tidak ada seorang pun yang bisa menuntut atau merebut posisi tersebut.
Rasulullah Saw bersabda kepada Amir bin Thufail:
"Bukan untukku, dan bukan pula untukmu. Allah-lah yang menentukan kepada siapa Dia memberi urusan ini (kenabian), dan aku bukan orang yang akan memberikan hal tersebut kepadamu."
Setelah mendengar penolakan Rasulullah Saw, Amir bin Thufail marah dan menunjukkan niat buruknya yang sebenarnya. Dia berusaha melanjutkan rencananya untuk membunuh Nabi Saw, namun Allah menyelamatkan beliau dari makar jahat Amir dan rekannya, Arbad bin Qais.
Rasulullah Saw mengetahui betul niat jahat Amir bin Thufail. Dengan penuh ketegasan, Rasulullah Saw berdoa kepada Allah Swtagar memberikan balasan yang setimpal kepada Amir dan melaknatnya. Beliau berdoa:
اللَّهُمَّ اكْفِنِي عَامِرَ بْنَ الطُّفَيْلِ
Terjemah:
"Ya Allah, selesaikanlah urusan Amir bin Thufail untukku (yakni binasakan dia)."
Allah mengabulkan doa Rasulullah Saw. Amir bin Thufail mengalami kebinasaan dengan cara yang mengerikan.
Dalam perjalanan pulangnya setelah gagal membunuh Nabi Saw, Amir terkena wabah penyakit mematikan. Tubuhnya mulai membengkak dan dipenuhi bisul-bisul besar yang menyakitkan. Penyakit yang menyerangnya sangat parah, hingga ia merasa seolah-olah dirinya akan binasa di setiap tempat yang ia singgahi.
Amir kemudian mencoba melarikan diri dari penyakit tersebut dengan pergi ke sebuah desa kecil di daerah Najd. Namun, ketika dia sampai di sana, penyakitnya semakin parah. Dalam kondisi yang sangat menyakitkan, Amir pun mati di sana, sesuai dengan doa Nabi Saw. Dia binasa dalam keadaan kafir dan tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Rekan Amir bin Thufail, Arbad bin Qais, yang juga terlibat dalam rencana pembunuhan Nabi Saw, juga tidak luput dari hukuman Allah. Beberapa waktu setelah peristiwa itu, Arbad bin Qais tersambar petir dan mati seketika di tengah perjalanan. Allah menimpakan adzab yang begitu cepat kepada Arbad sebagai balasan atas niat jahatnya terhadap Rasulullah Saw.
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman mengenai kaum yang ditimpakan adzab berupa sambaran petir:
يُرْسِلُ الصَّوَاعِقَ فَيُصِيبُ بِهَا مَن يَشَاءُ وَهُمْ يُجَادِلُونَ فِي اللَّهِ وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ
Terjemah:
"Dia mengirimkan petir, lalu mengenai siapa yang Dia kehendaki, sedang mereka berbantah-bantahan tentang Allah; dan Dialah yang sangat keras siksa-Nya." (QS. Ar-Ra'd: 13).
Kisah Amir bin Thufail dan Arbad bin Qais adalah peringatan yang jelas tentang akibat buruk dari kesombongan, penolakan terhadap dakwah, dan permusuhan terhadap Nabi Muhammad Saw.
Mereka yang menentang Allah dan Rasul-Nya serta berniat jahat terhadap kaum Muslimin tidak akan pernah lolos dari hukuman Allah, baik di dunia maupun di akhirat. [dutaislam.or.id/ai/ab]