Ilustrasi putri. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Ruqayyah binti rasulullah Saw adalah salah satu putri Nabi Muhammad Saw yang pada awalnya menikah dengan Utbah bin Abu Lahab sebelum masa kenabian. Baca: Kisah Zainab, Putri Tertua Rasulullah Saw.
Pernikahan ini tidak sepenuhnya disetujui oleh ibunya, Khadijah ra, karena perilaku buruk Ibu Utbah, Ummu Jamil binti Harb, yang terkenal kasar dan jahat. Kekhawatiran Khadijah ra bahwa sifat-sifat buruk ini akan memengaruhi Ruqayyah cukup beralasan.
Ketika Nabi Muhammad Saw menerima wahyu dan diangkat menjadi Nabi, Abu Lahab, ayah mertua Ruqayyah, menjadi salah satu musuh terbesar Islam. Ia dan istrinya, Ummu Jamil, kerap menyakiti dan memfitnah Rasulullah Saw.
Setelah turunnya surat Al-Lahab yang mengutuk Abu Lahab, ia memerintahkan putranya, Utbah, untuk menceraikan Ruqayyah sebagai bentuk penentangan terhadap Nabi Saw.
Utbah menceraikan Ruqayyah tanpa alasan, dan setelah perceraian itu, Rasulullah Saw menikahkan Ruqayyah dengan Utsman bin Affan ra, seorang pria beriman yang sangat baik, kaya, dan dari keturunan bangsawan Quraisy.
Ruqayyah sangat bahagia dengan pernikahan barunya. Utsman dikenal sebagai pria tampan, berbudi luhur, dan setia pada agama. Namun, kebahagiaan mereka harus diuji oleh penderitaan umat Islam saat itu, yang semakin tertekan oleh penindasan Quraisy.
Rasulullah Saw kemudian mengizinkan Utsman dan Ruqayyah untuk berhijrah ke Habasyah, tempat di mana raja Najasyi dikenal sebagai pemimpin yang adil dan melindungi kebenaran.
Ruqayyah dan Utsman bergabung dengan kelompok kecil muslimin yang berhijrah ke Habasyah. Rasulullah Saw bahkan menyebut mereka sebagai kelompok pertama yang hijrah karena Allah setelah Nabi Luth as.
Di Habasyah, mereka mendapatkan perlakuan yang baik dan hidup dengan damai. Namun, setelah mendengar kabar bahwa keadaan di Mekkah membaik, mereka memutuskan untuk kembali. Sayangnya, kabar tersebut tidak benar.
Setibanya di Makkah, mereka menemukan bahwa situasi kaum muslimin justru semakin buruk, dengan penindasan yang lebih parah. Rombongan ini pun terpaksa kembali ke rumah masing-masing di malam hari agar tidak menarik perhatian.
Saat kembali ke rumah, Ruqayyah mendapati kabar duka bahwa ibunya, Khadijah ra, telah wafat. Kesedihan mendalam menyelimuti hatinya. Tidak lama kemudian, Ruqayyah juga harus merasakan kehilangan lainnya, ketika putra satu-satunya, Abdullah, yang lahir di Habasyah, meninggal dunia. Abdullah yang masih berusia dua tahun meninggal setelah terluka oleh patukan ayam jantan.
Setelah hijrah ke Madinah bersama kaum muslimin, kehidupan Ruqayyah terus diwarnai ujian. Ketika Rasulullah Saw mempersiapkan diri untuk Perang Badar, Ruqayyah jatuh sakit. Rasulullah Saw meminta Utsman untuk tetap tinggal di Madinah dan merawat istrinya. Namun, takdir berkata lain.
Ruqayyah wafat ketika Rasulullah Saw masih di medan perang. Zaid bin Haritsah menyampaikan kabar kematiannya kepada Rasulullah Saw di medan Badar. Kemenangan kaum muslimin di Badar disambut oleh berita duka tentang pemakaman Ruqayyah.
Rasulullah Saw, dalam kesedihannya, berkata, "Bergabunglah dengan pendahulu kita, Utsman bin Maz'un," ketika Ruqayyah dimakamkan.
Para wanita yang hadir pada saat itu menangisi kepergian Ruqayyah, dan Umar bin Khattab ra mencoba menghentikan mereka dengan memukuli mereka dengan cambuk.
Namun, Rasulullah Saw menegur Umar dan berkata, "Biarkan mereka menangis, wahai Umar. Tetapi hati-hatilah dengan bisikan setan. Air mata yang datang dari hati dan mata adalah dari Allah, dan itu adalah rahmat. Sedangkan yang datang dari tangan dan lisan adalah dari setan."
Kisah Ruqayyah adalah cerminan dari ketabahan dan pengorbanan yang tak terhingga dalam membela kebenaran dan menghadapi ujian hidup. [dutaislam.or.id/ab]