![]() |
Ilustrasi ternak kambing Ta'labah. Foto: istimewa. |
Dutaislam.or.id - Ta'labah bin Hatib adalah sahabat Nabi berasal dari kalangan Anshar, yaitu kaum Muslimin Madinah yang menerima dan mendukung Nabi Muhammad Saw serta para Muhajirin yang hijrah dari Mekkah.
Seperti kebanyakan sahabat, Ta'labah pada awalnya adalah orang yang sangat bersemangat dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Ia ikut serta dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dan tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah.
Namun, di balik kesalehannya itu, Ta'labah merasa kekurangan secara finansial. Ia hidup dalam keadaan yang sederhana, dan hal ini membuatnya merasa kurang puas. Ia ingin memiliki harta yang melimpah agar bisa hidup lebih baik dan bisa berbagi lebih banyak. Dengan niat ini, ia mendatangi Rasulullah Saw dan meminta beliau untuk mendoakannya agar diberi kekayaan.
Suatu hari, Ta'labah pun benar-benar mendatangi Rasulullah Saw dan memohon dengan sungguh-sungguh agar beliau berdoa kepada Allah agar memberinya harta yang melimpah. Ia berkata:
“Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia memberiku harta yang banyak.”
Rasulullah Saw yang sangat memahami sifat manusia, pada awalnya menasihati Ta'labah agar ia bersyukur dengan apa yang dimilikinya saat ini dan tidak memaksa untuk meminta kekayaan. Beliau mengatakan kepadanya bahwa kekayaan bukanlah jaminan kebahagiaan dan bisa menjadi ujian yang berat jika tidak digunakan dengan benar.
Namun, Ta'labah terus memohon dan mengatakan kepada Rasulullah Saw bahwa jika ia diberi kekayaan, ia akan lebih banyak beribadah, bersedekah, dan membantu orang-orang miskin. Akhirnya, Rasulullah Saw mendoakan Ta'labah agar Allah memberinya kekayaan yang melimpah.
Doa Nabi dan Bertambahnya Harta Ta'labah
Setelah Rasulullah Saw berdoa untuknya, Allah mengabulkan doa tersebut. Ta'labah mulai melihat perubahan dalam hidupnya. Usaha ternak kambing dan dombanya mulai berkembang pesat.
Kambing-kambingnya bertambah banyak hingga memenuhi lembah-lembah Madinah. Harta kekayaan Ta'labah bertambah begitu pesat, sehingga ia menjadi salah satu orang yang paling kaya di kalangan kaum Muslimin.
Namun, seiring dengan bertambahnya kekayaan Ta'labah, kehidupannya juga mulai berubah. Karena jumlah kambing dan ternaknya semakin banyak, ia tidak lagi bisa sering datang ke masjid untuk shalat berjamaah bersama Rasulullah Saw. Pada awalnya, ia mulai meninggalkan shalat jamaah, kemudian shalat Jumat, hingga akhirnya ia semakin jarang datang ke masjid.
Waktu terus berlalu, dan ketika zakat diwajibkan kepada kaum Muslimin, Rasulullah Saw mengirimkan beberapa utusan untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang yang mampu, termasuk dari Ta'labah bin Hatib. Zakat adalah kewajiban bagi orang-orang yang memiliki kekayaan, dan itu adalah bentuk pembersihan harta serta tanda rasa syukur kepada Allah atas nikmat-Nya.
Namun, ketika para utusan Nabi datang kepada Ta'labah untuk mengumpulkan zakat, ia menolak membayarnya. Ta'labah mengatakan bahwa zakat itu sama saja seperti jizyah (pajak yang dibebankan kepada non-Muslim), dan ia merasa bahwa ia tidak harus membayarnya. Penolakannya terhadap zakat ini menunjukkan perubahan besar dalam dirinya setelah mendapatkan kekayaan yang dulu ia idam-idamkan.
Menurut riwayat, Ta'labah berkata kepada para pengumpul zakat:
"Ini sama seperti jizyah, aku tidak akan membayar zakat ini!"
Perkataan ini menunjukkan bahwa hatinya sudah terbuai oleh harta, sehingga ia lupa bahwa zakat adalah kewajiban yang ditetapkan Allah bagi orang Muslim yang mampu.
Sikap Rasulullah Saw terhadap Penolakan Ta'labah
Ketika para utusan Nabi kembali dan melaporkan penolakan Ta'labah untuk membayar zakat, Rasulullah Saw merasa sangat kecewa. Beliau berkata:
“Celakalah Ta'labah!”
Rasulullah Saw menolak untuk menerima zakat dari Ta'labah setelah itu, meskipun Ta'labah kemudian menyesal dan datang untuk membayarnya.
Beberapa waktu setelah itu, Allah menurunkan ayat Al-Quran sebagai peringatan bagi orang-orang seperti Ta'labah yang enggan membayar zakat setelah Allah memberi mereka kekayaan. Ayat yang turun ini adalah firman Allah dalam Surah At-Taubah, ayat 75-77:
وَمِنْهُمْ مَّنْ عٰهَدَ اللّٰهَ لَىِٕنْ اٰتٰىنَا مِنْ فَضْلِهٖ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ. فَلَمَّآ اٰتٰىهُمْ مِّنْ فَضْلِهٖ بَخِلُوْا بِهٖ وَتَوَلَّوْا وَّهُمْ مُّعْرِضُوْنَ. فَاَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِيْ قُلُوْبِهِمْ اِلٰى يَوْمِ يَلْقَوْنَهٗ بِمَآ اَخْلَفُوا اللّٰهَ مَا وَعَدُوْهُ وَبِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ
Terjemah:
"Dan di antara mereka ada orang yang berjanji kepada Allah: ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan termasuk orang-orang yang saleh.’ Tetapi setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu berpaling. Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, disebabkan mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka janjikan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta." (QS. At-Taubah: 75-77)
Penyesalan Ta'labah dan Akhir Hidupnya
Setelah turun ayat tersebut, Ta'labah mulai menyadari kesalahannya dan menyesal. Ia datang kepada Rasulullah Saw untuk membayar zakat yang sebelumnya ia tolak, tetapi Rasulullah Saw menolak untuk menerimanya. Beliau mengatakan bahwa Allah tidak lagi menerima zakat dari Ta'labah karena penolakannya sebelumnya.
Setelah Rasulullah Saw wafat, Ta'labah masih mencoba untuk membayar zakatnya kepada Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, tetapi Abu Bakar pun menolak karena Rasulullah Saw telah menolak zakatnya sebelumnya.
Hal yang sama terjadi ketika Ta'labah mendatangi Khalifah Umar bin Khattab; Umar juga menolak untuk menerima zakatnya. Akhirnya, Ta'labah meninggal dunia dalam keadaan menyesal dan belum sempat menebus kesalahannya. [dutaislam.or.id/ai/ab]