Iklan

Iklan

,

Iklan

Meneladani Cara Dakwah Sunan Sendang Duwur (Raden Nur Rohmat) Lamongan

Duta Islam #05
7 Okt 2024, 06:15 WIB Ter-Updated 2024-10-06T23:15:09Z
Download Ngaji Gus Baha
cara dakwah sunan sendang duwur lamongan
Makam Sunan Sendang Duwur, Lamongan. Foto: istimewa.


Dutaislam.or.id - Sunan Sendang Duwur mendapat nama tersebut karena makamnya berada di ketinggian, tepatnya di puncak Gunung Amintuno dengan elevasi 75 meter di atas permukaan laut, di Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran, Lamongan. 


Di antara situs makam para wali di tanah Jawa, makam Sunan Sendang Duwur termasuk yang masih utuh dan terpelihara. Sunan ini, yang nama aslinya adalah Raden Nur Rohmat, diyakini memiliki karomah (keistimewaan spiritual) dan kesaktian yang bahkan melampaui Kanjeng Sunan Drajat.


Raden Nur Rohmat lahir pada tahun 940 Hijriah dan merupakan putra dari Sayyid Abdul Qohhar bin Abdul Malik, yang berasal dari Baghdad. Berdasarkan garis keturunan dari pihak ayah, ia termasuk dalam dzuriyah (keturunan langsung) Nabi Muhammad Saw. 


Ibunya, Dewi Sukarsih, adalah putri Tumenggung Joyo Sasmito, penguasa Sedayu. Saat ia lahir, ayahnya sedang berada di Baghdad, sehingga Nur Rohmat dibesarkan di tengah situasi yang bergejolak akibat konflik di Sedayu.


Ketika Raden Nur Rohmat beranjak dewasa, Sedayu sedang dalam keadaan porak-poranda akibat peperangan antara Adipati Indro Swarno dan Ki Ageng Rengel. Dalam konflik tersebut, Adipati Tuban membantu Ki Ageng Rengel dan berhasil membunuh Indro Swarno, yang memiliki ilmu rawa rontek (kemampuan hidup kembali setelah terluka parah), dengan membelah tubuhnya menjadi dua. Perang tersebut membuat rakyat menderita dan kehidupan di Sedayu penuh dengan ketidakpastian.


Raden Nur Rohmat kemudian memutuskan untuk menimba ilmu dari Sunan Ampel dan beberapa tokoh lainnya. Setelah menyelesaikan pendidikan spiritualnya, ia bertekad untuk membantu rakyat dengan menyejahterakan mereka melalui pertanian, terutama dengan menanam tebu wilus dan siwalan. Dari hasil panen, ia mendapatkan uang sebanyak "Sayuto Salebak Keteng," yang kemudian diabadikan menjadi nama kampung di daerah tersebut, yakni Kampung Suto dan Kampung Lebak.


Keberhasilan dan kesaktian Raden Nur Rohmat menyebar luas hingga terdengar oleh Sunan Drajat. Penasaran akan kemampuan spiritual dan kesaktiannya, Sunan Drajat memutuskan untuk mengunjungi Raden Nur Rohmat di Dukuh Tunon. Dalam perjalanan tersebut, Sunan Drajat merasa haus dan meminta abdinya, Ki Abdul Wahhab, untuk mencari buah legen (buah siwalan). Karena Abdul Wahhab sedang mencari bahan makanan, Sunan Drajat memutuskan untuk mengambil buah siwalan sendiri dan meminta izin kepada Raden Nur Rohmat.


Dengan hanya menepuk tangan tiga kali, buah siwalan jatuh dari pohonnya tanpa sisa. Namun, Raden Nur Rohmat memperingatkan bahwa cara tersebut dapat merugikan orang lain karena buah yang belum matang juga jatuh sia-sia. Untuk menunjukkan kebijaksanaannya, Raden Nur Rohmat kemudian mengusap pohon siwalan yang sama dengan lembut sebanyak tiga kali, dan pohon itu melengkung ke arah Sunan Drajat sehingga ia bisa memetik buah yang diinginkan tanpa merusak pohon atau buah yang belum matang. Terpesona oleh kejadian itu, Sunan Drajat mengakui kehebatan Raden Nur Rohmat dan memberinya gelar "Sunan Sendang Duwur."


Sejak saat itu, tidak ada lagi sebutan "Drajat Sendang," melainkan "Sendang Drajat," karena meskipun usia Sunan Sendang lebih muda, karomah, kesaktian, serta pengaruhnya dalam masyarakat melebihi Sunan Drajat. Sunan Sendang menjadi pejuang yang menyebarkan agama Islam di pesisir utara Jawa dan sering menggantikan peran Sunan Drajat ketika beliau berada di Demak.


Sunan Sendang Duwur adalah salah satu dari banyak ulama yang berperan dalam dakwah Walisongo. Di balik kesuksesan Walisongo dalam menyebarkan Islam, terdapat banyak tokoh ulama lain yang siap siaga mengemban tugas keagamaan dan mendukung kerajaan. Para wali dan ulama bersatu padu dalam memperjuangkan agama sekaligus kesejahteraan rakyat.


Dakwah Islam tidak hanya sebatas ibadah syariah dan retorika keagamaan, tetapi juga memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Menanamkan pemahaman tentang kehidupan yang adil dan sejahtera, serta mengajarkan hukum yang bijak kepada rakyat, merupakan salah satu misi yang jauh lebih mulia dan mendalam dari sekadar berkhutbah. 


Sunan Sendang Duwur adalah salah satu teladan dalam hal ini, menggabungkan ajaran agama dengan usaha nyata untuk menciptakan kesejahteraan di tengah masyarakat. [dutaislam.or.id/ab]


Keterangan:

Artikel diolah dari pelbagai sumber.

Iklan

close
Iklan Flashdisk Gus Baha