Iklan

Iklan

,

Iklan

Pernikahan Nabi dengan Zainab binti Jahsy (Sebab Nuzul Turunnya Ayat Hijab)

Duta Islam #05
12 Agu 2025, 00:17 WIB Ter-Updated 2025-08-11T17:17:03Z
Download Ngaji Gus Baha

asbab nuzul ayat hijab pernikahan nabi dengan zainab
Ilustrasi hijab rumah. Foto: istimewa.

Dutaislam.or.id - Setelah masa iddah Zainab berakhir, Allah Swt menurunkan wahyu yang luar biasa berikut ini: 


فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًاۗ زَوَّجْنٰكَهَا


Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau (Muhammad) dengannya…” (QS. Al-Ahzab: 37). 


Inilah satu-satunya pernikahan Nabi Saw yang akadnya dilakukan langsung oleh Allah dari langit, tanpa wali, tanpa saksi manusia, dan tanpa mahar sebagaimana biasanya. Zainab pun sering menyebut dirinya dengan penuh kebanggaan yang syar’i: “Allah menikahkanku dari atas langit ketujuh.”


Baca: Zaid bin Haritsah Dinikahkan Nabi dengan Zainab, Sepupunya


Pernikahan ini tidak sekadar ikatan pribadi, tetapi sebuah deklarasi hukum. Masyarakat Arab terbiasa menganggap bekas istri anak angkat sebagai menantu kandung, sehingga haram dinikahi. Dengan pernikahan ini, Allah menghapuskan keyakinan tersebut. Anak angkat tetap dihormati, tetapi tidak mengubah hukum nasab dan mahram. Sejak itu pula, Allah memerintahkan agar anak angkat dipanggil sesuai nama ayah kandungnya. Allah Swt berfirman: 


اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْۗ 


Terjemah:

Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak mereka. Itulah yang adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. (QS. al-Ahzab: 5). 


Zaid pun akhirnya kembali disebut dengan nama aslinya: Zaid bin Haritsah. Tapi, Nabi Saw tetap merayakan pernikahan ini dengan mengadakan walimah yang sederhana namun penuh keberkahan. Anas bin Malik menceritakan bahwa beliau menyembelih seekor kambing untuk menjamu para sahabat. Makanan dihidangkan, tamu-tamu datang silih berganti. Sebagian tamu makan lalu pulang, tetapi ada sekelompok kecil yang masih duduk di rumah Nabi setelah selesai makan, mengobrol tanpa memerhatikan waktu.


Nabi Saw adalah sosok yang sangat pemalu. Beliau tidak suka secara langsung mengusir tamu. Maka beliau keluar rumah, berjalan menuju rumah Aisyah, berharap para tamu yang tertinggal itu akan paham isyaratnya dan pulang. Anas bin Malik, yang setia mengikuti beliau, menyaksikan Nabi bolak-balik antara rumah Zainab dan rumah Aisyah beberapa kali. Namun, tamu-tamu itu masih saja duduk hingga akhirnya mereka benar-benar keluar.


Ketika Anas bin Malik masuk kembali bersama Nabi Saw, beliau memasang tirai pemisah antara dirinya dan Anas. Saat itulah turun ayat hijab:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتَ النَّبِيِّ اِلَّآ اَنْ يُّؤْذَنَ لَكُمْ اِلٰى طَعَامٍ غَيْرَ نٰظِرِيْنَ اِنٰىهُ وَلٰكِنْ اِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَاِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوْا وَلَا مُسْتَأْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍۗ اِنَّ ذٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيٖ مِنْكُمْۖ وَاللّٰهُ لَا يَسْتَحْيٖ مِنَ الْحَقِّۗ وَاِذَا سَاَلْتُمُوْهُنَّ مَتَاعًا فَاسْـَٔلُوْهُنَّ مِنْ وَّرَاۤءِ حِجَابٍۗ ذٰلِكُمْ اَطْهَرُ لِقُلُوْبِكُمْ وَقُلُوْبِهِنَّۗ وَمَا كَانَ لَكُمْ اَنْ تُؤْذُوْا رَسُوْلَ اللّٰهِ وَلَآ اَنْ تَنْكِحُوْٓا اَزْوَاجَهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖٓ اَبَدًاۗ اِنَّ ذٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللّٰهِ عَظِيْمًا


Terjemah:

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi, kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang, masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi sehingga dia malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar). Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Kamu tidak boleh menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah Nabi (wafat). Sesungguhnya yang demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah. (QS. Al-Ahzab: 53) 


Ayat tersebut memerintahkan agar para sahabat berbicara kepada istri-istri Nabi dari balik tabir. Ayat itu juga melarang masuk ke rumah Nabi tanpa izin, dan melarang berlama-lama setelah makan. Perintah ini bukan sekadar menjaga privasi rumah tangga Nabi, tetapi juga menjadi dasar aturan etika berkunjung dalam Islam.


Sejak turunnya ayat hijab, kehidupan rumah tangga Nabi dengan istri-istrinya diatur dengan batas yang jelas. Tidak ada lagi interaksi bebas antara tamu dan istri-istri Nabi. Bahkan setelah Nabi wafat, hukum ini tetap berlaku — istri-istri beliau menjadi Ummahatul Mu’minin (Ibu orang-orang beriman), dan haram dinikahi oleh siapa pun.


Baca: Mukjizat Nabi: Pohon yang Bersujud Kepada Rasulullah Saw


Peristiwa pernikahan Nabi Saw dengan Zainab binti Jahsy dan turunnya ayat hijab menjadi titik penting dalam sejarah syariat Islam. Dari kisah ini, lahir tiga hukum besar: penghapusan adopsi ala jahiliyah, bolehnya menikahi bekas istri anak angkat, dan syariat hijab bagi istri Nabi yang menjadi teladan bagi kaum muslimah. 


Semuanya berawal dari perjalanan panjang seorang anak kecil yang pernah dijual sebagai budak di pasar ‘Ukazh — Zaid bin Haritsah — yang takdirnya Allah tulis untuk menjadi bagian penting dalam sejarah kenabian. [dutaislam.or.id/ab]

Iklan

close
Jasa Syair Arab